Senin, 07 Desember 2015

PERTANYAAN DAN JAWABAN UTS

Nama            : Nur Alviah
Nim               : 2225140940
Kelas            : 3A        


PERTANYAAN DAN JAWABAN UTS

1.        Apakah Filsafat itu dan bagaimana hubungannya dengan pendidikan?
Jawab :
Filsafat adalah suatu ilmu yang mempersoalkan segala sesuatu yang ada dan mungkin ada dalam alam semesta ini secara universal (menyeluruh), sistematis (teratur), dan radikal (mendalam) untuk menemukan kebenaran yang hakiki atau hakikat kebenarannya. Pengertian filsafat dapat dipandang dari dua segi: Pertama, filsafat dilihat dari segi hasil pengetahuan. Kedua, filsafat dilihat dari segi aktivitas budi manusia. Dilihat dari segi pengetahuan, filsafat adalah jenis pengetahuan yang berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada. Dilihat dari segi aktivitas budi manusia, filsafat adalah metode atau cara yang radikal hendak mencari keterangan yang terdalam tentang segala sesuatu yang ada.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan terkait dengan persoalan logika, yaitu logika formal yang dibangun atas prinsip koherensi, dan logika dialektis yang dibangun atas prinsip menerima dan membolehkan kontradiksi. Hubungan interakif antara filsafat dan pendidikan berlangsung dalam lingkaran kultural dan pada akhirnya menghasilkan apa yang disebut dengan filsafat pendidikan.

2.        Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat pengetahuan atau epistemologi yang disebut pula dengan The Theory of Knowledge. Mengapa demikian? (jelaskan berdasarkan istilah tersebut), dan apa yang sebenarnya menjadi ruang lingkup kajian dari disiplin Filsafat Ilmu serta apa manfaat Filsafat Ilmu dalam kehidupan kita sebagai seorang ilmuwan. Jelaskan!
Jawab:
Kerangka pengetahuan adalah sebuah ilmu yang dibangun berdasarkan filsafat pengetahuan (Epistemology) yang kemudian menjadi salah satu dasar penyangga ilmu pengetahuan. Sebuah ilmu berasal dari proses apa yang namanya “tahu” yang kemudian berkembang menjadi pengetahuan (knowledge). Pengetahuan dapat diperoleh melalui pemahaman yang dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indera, akal dan hati.
Sarana pendukung di dalam mendapatkan pengetahuan yaitu logika, matematika, statistika, bahasa dan metodologi penelitian. Oleh karenanya sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa filsafat pengetahuan (philosopi of scientific knowledge) disebut sebagai The Theory of Knowledge.
Ruang lingkup kajian dari disiplin filsafat ilmu adalah:
·         Wilayah ontologis: Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia?
·         Wilayah epistemologis: Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau teknik atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
·         Wilayah aksiologis: Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan ilmu pengetahuan dengan kaidah-kaidah moral atau etika? Bagaimana penentuan objek dan metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?
Manfaat filsafat ilmu dalam kehidupan kita sebagai seorang ilmuwan adalah untuk mengetahui sesuatu yang lebih dalam lagi mengenai hakikat ilmu, cara memperoleh ilmu tersebut, serta manfaat dari ilmu yang ditemukan. Filsafat ilmu dengan cakupan bahasannya mengenai tiang penyangga eksistensi ilmu yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi, memungkinkan adanya keterjalinan antar cabang ilmu (Siswomihardjo, tt).  Sehingga, persoalan-persoalan yang begitu sulit diselesaikan bersama, akan dapat dipecahkan bersama antar berbagai disiplin ilmu, bahkan dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain, yang secara aksiologis kesemuanya bermuara pada tujuan yang sama, yaitu kemaslahatan manusia.

3.        Bagaimana kita dapat membedakan antara paradigma Positivisme dengan Post-Positivisme sehingga kita tidak keliru dalam hal mempelajarinya?
Jawab:
Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan  dengan  pengamatan  atau  pada  analisis  definisi  dan  relasi  antara  istilah-istilah, sedangkan Post-positivisme  merupakan  perbaikan  positivisme.   Secara  ontologis,  aliran postpositivisme bersifat critical realism, artinya realitas itu memang ada, tetapi tidak akan pernah dapat dipahami artinya sepenuhnya. Indikator yang membedakan antara Paradigma positivisme dan post-positivisme adalah post- positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.
Untuk  dapat  membedakan  paradigma  Positivisme  dan  paradigma Postpositivisme,  maka dapat digambarkan dalam tabel berikut:

NO
ASUMSI
POSITIVISME
POST-POSITIVISME
1
Ontology
Bersifat  nyata,  artinya realita  itu mempunyai keberadaan sendiri dan diatur oleh hukum-hukum alam dan mekanisme yang bersifat tetap.
Realis  kritis, artinya realitas  itu memang  ada, tetapi  tidak  akan pernah dapat dipahami sepenuhnya.
2
Epistemologi
·      Dualis/objektif, adalah mungkin dan esensial  bagi  peneliti  untuk mengambil jarak dan bersikap tidak melakukan  interaksi dengan  objek yang diteliti.

·      Nilai, faktor bias dan faktor yang mempengaruhi  lainnya  secara otomatis tidak mempengaruhi hasil studi.
·      Objektivis  modifikasi, artinya objektivitas  tetap  merupakan pengaturan  (regulator)  yang  ideal, namun  objektivitas  hanya  dapat diperkirakan  dengan  penekanan khusus  pada  penjaga  eksternal, seperti tradisi dan komunitas yang kritis.
3
Metodologi
Bersifat eksperimental / manipulatif: pertanyaan-pertanyaan  dan/atau hipotesis-hipotesis dinyatakan dalam bentuk proposisi sebelum penelitian dilakukan  dan  diuji  secara empiris (falsifikasi)  dengan  kondisi  yang terkontrol secara cermat.
Bersifat eksperimental / manipulatif  yang dimodifikasi,  maksudnya menekankan  sifat  ganda  yang kritis. Memperbaiki
ketidakseimbangan  dengan
melakukan  penelitian  dalam  latar yang  alamiah,  yang  lebih  banyak menggunakan  metode-metode kualitatif,  lebih  tergantung  pada teori grounded  (grounded theory) dan memperlihatkan  upaya (reintroducing) penemuan  dalam proses penelitian.

4.        Apa alasan yang melatarbelakangi munculnya/lahirnya aliran filsafat eksistensialisme?
Jawab :
Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena latar belakang ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani hingga Modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik, dan jauh dari kehidupan. Salah satu latar belakang dan alasan lahirnya aliran ini juga karena sadarnya beberapa golongan filusuf yang menyadari bahwa manusia mulai terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat mereka kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia atau mahluk yang bereksistensi dengan alam dan lingkungan sekitar. Dengan demikian, lahirlah aliran filsafat Eksistensialisme yang merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya, sehingga manusia menyadari cara beradanya di dunia berbeda dengan cara beradanya benda-benda materi yang lain. Cara beradanya manusia adalah hidup bersama dengan manusia lainnya, ada kerjasama dan komunikasi serta dengan penuh kesadaran, sedangkan benda-benda meteri lainnya keberadaannya berdasarkan ketidak sadaran akan dirinya sendiri dan tidak dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.

5.        Kapan fenomena itu ada dan bagaimana membentuk fenomena yang konstruktif? Kemudian dibalik berbagai kelebihan fenomenologi, fenomenologi tak luput dari kelemahan yang menuai kritik. Apa saja kritik terhadap fenomenologi tersebut?
Jawab :
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Immanuel Kant terkait dengan caranya dalam menjembatani perbedaan antara empirisme dan rasionalisme, adalah apa yang tampak kepada kita maka itu lah pengetahuan atau fenomena.  Di mana fenomena ialah sesuatu yang tampak dengan sendirinya  dan merupakan hasil sintesis antara penginderaan dan bentuk konsep dari objek. Jadi dalam sederhananya, fenomena itu ada ketika indera kita bercampur dengan konsep yang telah terbentuk dari objek. Oleh karena itu, pengalaman subyektif individu terkait erat dengan pandangan individu itu sendiri dengan dunianya. Dalam membentuk fenomena yang kontruktif, manusia menempatkan kesadaran dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial yang terjadi di sekelilingnya. Manusia membentuk nilai-nilai subyektifnya dalam memberikan  respon terhadap stimulus-stimulus yang nampak oleh panca inderawinya.
·         Kritik terhadap fenomenologi
Dibalik berbagai kelebihannya, fenomenologi tak luput dari kelemahan yang menuai kritik. Kritik pertama terkait dengan tujuan dari fenomenologi itu sendiri, yakni untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa adanya pengaruh dari pandangan-pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama, maupun ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang absurd, karena fenomenologi sendiri mengakui bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh tidaklah terbebas nilai (value-free), melainkan bermuatan nilai (value-bound). Selain itu, fenomenologi tidak dapat menegaskan suatu objektivitas (penelitian bebas nilai), namun sepenuhnya ditafsirkan secara subyektif yang menyebabkan pengetahuan menjadi bersifat sementara (relatif). Sebagai akibatnya, tujuan penelitian fenomenologis tidak pernah dapat terwujud. 

Kritik kedua terkait dengan pemberian peran terhadap peneliti untuk terlibat langsung ke dalam objek yang tengah diamati, sehingga jarak antara peneliti dengan objek menjadi tidak jelas. Pengetahuan yang diperoleh menjadi cenderung subjektif, yang hanya dapat berlaku pada kasus, situasi, kondisi dan waktu tertentu. Dengan kata lain, pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian fenomenologi tidak dapat digeneralisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar