Senin, 12 Oktober 2015

DASAR-DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN



1.        Dasar Ontologi Ilmu Pendidikan
Pada dasar filsafat, pertama-tama diperlukan dasar ontologi dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang di jangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman panca indra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial, mengingat manusia sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).
Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Di dalam situasi sosial, manusia sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapi pada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan intern dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. 

2.        Dasar Epistemologi Ilmu Pendidikan
Dasar epistemologi diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Epistemologi diperlukan dalam pendidikan, antara lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik, diajarkan di sekolah, dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyampaikan pengetahuan. Teori pengetahuan ini berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode induktif, metode positivisme, dan metode kontemplatis.
Inti dasar epistemologi adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidak hanya mengembangkan ilmu terapan, melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formal sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hanya menggunakan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian, uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren, dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall & Buchler, 1942).

3.        Dasar Aksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi membahas nilai baik atau nilai buruk, nilai indah atau tidak indah, dan tidak mengakui nilai absolut tetapi menolak pula nilai yang bersifat subjektif, seperti yang berlaku dalam nilai estetis. Nilai yang ada adalah nilai yang bersifat io-psikologis ekonomik historis. Dasar tingkah laku moral adalah pengetahuan ilmiah, serta cinta dan simpati manusia. Pertimbangan-pertimbangan moral yang tertanam dalam diri pribadi melalui proses pendidikan dan sosialisasi, menjadi dasar kemauan bebas dalam menentukan pilihan norma-norma yang tertanam dalam kebiasaan-kebiasaan.
Dalam pendidikan, nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu, seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek, melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif, dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan.

4.        Dasar Antropologi Ilmu Pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula, dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalam upayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia di sekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini, maka 3 dasar antropologi berlaku universal tidak hanya sosialitas dan individualitas, melainkan juga moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran nasional di sekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologi pelengkap, yaitu religiusitas. Religiusitas yaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurang-kurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar