Pembagian secara periodesasi
filsafat yaitu Zaman Klasik (zaman yunani kuno dan zaman keemasan filsafat),
Zaman Abad Pertengahan, Zaman
Renaissance, Zaman Modern, dan
Zaman Kontemporer.
1. Zaman Klasik
(abad 6 SM - 2 M)
Pada zaman yunani kuno, filsafat dianggap sebagai filsafat alam, karena
pada masa ini segala sesuatu diukur dan di ambil dari alam. Menurut pendapat para
tokoh pada zaman ini, yaitu:
- Thales (624 – 546 SM), berpendapat bahwa alam semesta ini berasal dari air, karena dari segala aspek kehidupan memerlukan dan menggunakan air.
- Anaximander (610 – 547 SM), berpendapat bahwa alam semesta berasal dari udara, karena setiap makhluk hidup pasti membutuhkan dan menggunakan udara.
- Heraclitus, berpendapat bahwa alam berasal dari api, karena dari api akan menjadikan sesuatu menggumpal dan membentuk benda padat yang diakibatkan dari panasnya api.
- Pythagoras (572 – 500 SM), berpendapat bahwa semua berasal dari sesuatu yang bisa dihitung dan di angka-kan.
- Parmanides, berpendapat bahwa sesuatu dilihat dari dua segi, yakni fisika (sesuatu yang ada itu ada) dan metafisika (sesuatu yang tidak ada itu tidak ada).
- Socrates (470 -399 SM), yang mengemukakan bahwa pada masa setelah yunani kuno, mengalami masa keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya. Yunani pada masa ini dianggap sebagai gudang ilmu, karena bangsa yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja), melainkan sikap inquiring attitude (sikap menyelidiki sesuatu secara kritis). Pada masa ini, filsafat bercorak Antroposentris, yakni para filsuf menjadikan manusia sebagai objek pemikiran filsafat.
Beberapa tokoh pada zaman klasik,
antara lain Thales, Anaximander, Phytagoras, Permanides, Aristoteles, Plato dan
A. Comte.
Pada masa ini ada beberapa tingkatan kemajuan menurut A. Comte, yaitu:
- Tingkat agama/dogma, dimana manusia menerima keyakinan dari mulut ke mulut dan menjalankannya.
- Tingkat filsafat, manusia menggunakan pikirannya untuk memikirkan apa yang menjadi hakekat kebenaran.
- Tingkat ilmu pengetahuan, manusia yang menggunakan pikiran, yaitu sudah sampai pada tingkat yakin, dan kebenaran yang diyakini adalah kebenaran yang mutlak.
Abad pertengahan ditandai dengan
tampilnya para teolog di lapangan pengetahuan, sehingga aktivitas ilmiah
terkait dengan aktivitas keagamaan. Pada abad pertengahan ini, filsafat
bercorak Theosentri, yakni para filsuf menjadikan filsafat sebagai abdi agama. Dengan
semboyan yang berlaku bagi ilmu, yaitu ancilla theologia atau abdi agama,
dimana filsafat dijadikan tolak ukur dalam menentukan aturan-aturan agama.
Pada abad pertengahan, terdapat perbedaan yang mencolok dengan abad
sebelumnya yang terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen oleh Nabi
Isa a.s membawa perubahan besar terhadap kepercayaan keagamaan. Peradaban yang
didasarkan oleh logika ditutup oleh gereja dan diganti dengan keagamaan. Agama
Kristen menjadi problema kefilsafatan, karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhan lah
yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno
yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal mereka.
Filsafat pada zaman
abad pertengahan mengalami dua periode, yaitu Periode Patristik dan Periode Skolastik. Periode Patristik,
berasal dari
kata latin patres
yang berarti bapa-bapa gereja. Pada periode ini mengalami dua tahap, yaitu:
1)
Permulaan
agama Kristen, setelah mengalami berbagai kesukaran
terutama mengenai filsafat Yunani, maka agama Kristen memantapkan diri untuk keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
2) Filsafat Agustinus, melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan. Periode
Skolastik (tahun 800–1500 M) yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Periode
skolastik awal (abad 9 – 12), ditandai oleh pembentukan metode-metode yang
lahir karena hubungan yang rapat antara
agama dan filsafat serta persoalan tentang universalia.
b. Periode
puncak perkembangan skolastik (abad ke-13), ditandai oleh keadaan yang
dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat arab dan yahudi.
Puncak perkembangan pada Thomas Aquinus.
c. Periode
skolastik akhir (abad 14–15), ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang
berkembang ke arah
nominalisme, nominalisme ialah aliran yang berpendapat
bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek
yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Tokoh yang piawai pada
masa ini adalah Augustinus, Aristoteles, dan Thomas Aquinus.
Zaman Renaissance ditandai
sebagai era kembalinya pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance
ialah zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi
suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini merindukan pemikiran yang
bebas, karena manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak
didasarkan atas campur tangan ilahi. Adapun faktor penyebab dari upaya pelepasan diri dari dogma-dogma agama, yaitu:
· Pudarnya
kewibawaan dewan gereja pada masa itu dianggap terlalu banyak mencampuri
kegiatan-kegiatan ilmiah.
· Orang tidak
lagi mempercayai nilai-nilai universal yang dianggap terlalu abstrak, mereka
lebih mendambakan nilai-nilai individu yang bersifat konkret dan lebih banyak
memberikan kesempatan untuk menggunakan akal pikir secara bebas.
Pada zaman Renaissance sudah
mulai dirintis mengenai ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan yang berkembang maju
adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal, yaitu Roger Bacon,
Copernicus, Johannes Kepplerdan Galileo Galilei.
4. Zaman Modern
Ciri khas pada masa ini adalah
dominasi barat dalam bidang pemikiran politik. Di satu sisi, pemikiran politik barat dijadikan sebagai model tentang bagaimana suatu
masyarakat dapat dan seharusnya berkembang. Sementara disisi lain, pemikiran politik barat dianggap sebagai sesuatu yang asing dan layak
dimusuhi, satu pengecualian adalah teolog politik syiah yang berkembang dengan
cara baru dan mengakui momentumnya sendiri.
Zaman Modern ditandai dengan
berbagai penemuan dalam bidang ilmiah, penemuannya dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri atas dua garis X dan Y dalam bidang datar (oleh
Descartes), teori gravitasi (oleh
Isaac Newton), dan elektron (oleh JJ.Thompson). Adapun tokoh yang pertama kali pada abad modern,
yakni Descartes (1596 – 1650) yang beranggapan bahwa sesuatu berasal dari
keraguan. Kemudian muncul lima pokok pemikiran Descartes, yaitu:
a.
Benda
indrawi tidak ada
b.
Gerak,
jumlah, volume tidak ada
c.
Saya sedang
ragu maka saya ada
d.
Saya ragu
karena saya berfikir
e.
Jadi saya
berfikir berarti saya ada
Kemudian muncul tokoh Hegel (1770
– 1831) dengan metodenya dialegika yang
dalam proses berfikir pencapaiannya melalui tiga tahap, yaitu:
·
Fase thesis
·
Anti thesis
·
Sintesis
5. Zaman Kontemporer
Diantara ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, bidang fisika
menempati kedudukan paling tinggi. Menurut Traut, fisika dipandang sebagai
dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental
yang membentuk alam semesta. Secara historis, hubungan antara fisika dengan
filsafat terlihat dalam dua cara, yaitu:
a. Persuasi filosafis mengenai metode fisika dan dalam
interaksi antara pandangan subtasional tentang fisika (misalnya tentang materi,
kuasa, konsep ruang, dan waktu).
b. Ajaran filsafat tradisional yang menjawab fenomena
tentang materi, kuasa, ruang dan waktu.
Zaman Kontemporer ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih.
Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan
sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, dan
internet. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi
spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang
sedikit, tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam
spesialis dan sub spesialis ataupun super spesialis, demikian pula dengan ilmu
lainnya. Disamping kecenderungan ke arah spesialisasi, kecenderungan lain
adalah sintesis antara bidang ilmu yang satu dengan yang lainnya, sehingga
dihadirkan ilmu baru.
Zaman kontemporer mengkritik filsafat modern yang berfikir bebas, sehingga
muncul post modernisme. Pemikiran post modernisme adalah pemikiran yang menentang segala hal yang berbau kemutlakan dan
baku, menolak dan menghindari suatu sistematika uraian atau pemecahan persoalan
yang sederhana dan skematis, serta
memanfaatkan nilai-nilai yang berasal dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar