Sabtu, 19 Desember 2015

2 ALAT EPISTEMOLOGI UNTUK MENGENALI ALAM SEKITAR



Bagi kelompok peragu (skeptism), jawaban “Saya Tidak Tahu” dianggap sudah menjadi ketentuan pengetahuan dan nasib manusia. Menurut mereka, manusia tidak mungkin dapat mengetahui sesuatu dengan pasti
Misalnya Pyrho, Ia mempertanyakan permasalahan ini dengan memberikan beberapa argumen ‘rasional’ pada masanya. Dia mengatakan “Jika manusia ingin mengetahui dan memahami sesuatu, bukankah manusia hanya memiliki 2 alat epistemologi untuk mengetahui dan mengenali alam disekitarnya, yaitu panca indra dan rasio." Sekarang saya bertanya kepada Anda, “Apakah panca indra dapat berbuat kesalahan atau tidak?”, saya yakin anda akan mengatakan bahwa pancaindra dapat membuat kesalahan, saya bahkan mampu menunjukkan lebih dari 100 macam kesalahan yang telah pernah diperbuat oleh panca indra.
Bahkan boleh jadi kita sudah tak mampu menghitung jumlah kesalahan yang pernah diperbuat oleh alat penglihatan, pendengaran, penciuman, dan peraba kita. Pyrho kemudian mengatakan, bagaimana mungkin kita bisa bersandar atau berpegangan kepada susuatu yang bisa berbuat salah dan menjadi salah sebagai dasar pengetahuan. Ketika Anda melihat tongkat yang lurus menjadi seolah-olah bengkok ketika dimasukkan ke dalam kolam, maka pastilah penglihatan anda terhadap fenomena bayangan di kolam tadi adalah salah. Pertanyaannya adalah bagaimana Anda mau berpegangan kepada sesuatu yang salah? Bagaimana kita bisa mempercayai bahwa penglihatan kita terhadap yang lain juga tidak salah?
Demikian dengan alat yang kedua, yaitu rasio. Rasio bahkan telah melakukan kesalahan lebih banyak dari pada kesalahan yang telah diperbuat oleh panca indra. Pada beberapa percobaan dan argumen, ilmuwan justru telah banyak melakukan kesalahan. Suatu hari dikatakan yang yang terkecil adalah atom, hari lainnya dikatakan netron. Suatu hari dikatakan matahari yang mengelilingi bumi, hari lainnya dikatakan bumilah yang mengelilingi matahari. Suatu hari dikatakan bumi ini datar, dilain hari dikatakan bumi ini bulat dan seterusnya.
Dengan demikian jelaslah sudah, bahwa panca indra dan rasio adalah 2 alat yang tidak bisa terlepas dari salah sementara kita tidak memiliki alat yang lain selain dari kedua hal tersebut. Oleh karena itu, apapun yang kita lihat dan apapun yang kita pikirkan dengan menggunakan pancaindra dan rasio, maka ke semua itu tidak akan terlepas dari salah satunya. Jadi kesimpulannya, kita tidak bisa mempercayai panca indra dan rasio untuk dijadikan sandaran pengetahuan. Karena kita tidak mempunyai sandaran, maka secara otomatis kita sebagai manusia tidak mungkin bisa mengetahui segala sesuatu itu dengan pasti. Sehingga “SAYA TIDAK TAHU” adalah sudah menjadi ketentuan nasib manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar