Bagi kelompok peragu (skeptism), jawaban “Saya Tidak Tahu” dianggap sudah menjadi ketentuan pengetahuan dan nasib manusia.
Menurut mereka, manusia tidak mungkin dapat mengetahui sesuatu dengan pasti
Misalnya Pyrho, Ia mempertanyakan
permasalahan ini dengan memberikan beberapa argumen ‘rasional’ pada masanya.
Dia mengatakan “Jika manusia ingin mengetahui dan memahami sesuatu, bukankah
manusia hanya memiliki 2 alat epistemologi untuk mengetahui dan mengenali alam
disekitarnya, yaitu panca indra dan rasio." Sekarang saya bertanya kepada Anda,
“Apakah panca indra dapat berbuat kesalahan atau tidak?”, saya yakin anda akan
mengatakan bahwa pancaindra dapat membuat kesalahan, saya bahkan mampu
menunjukkan lebih dari 100 macam kesalahan yang telah pernah diperbuat oleh
panca indra.
Bahkan boleh jadi kita sudah tak
mampu menghitung jumlah kesalahan yang pernah diperbuat oleh alat penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan peraba kita. Pyrho kemudian mengatakan, bagaimana
mungkin kita bisa bersandar atau berpegangan kepada susuatu yang bisa berbuat
salah dan menjadi salah sebagai dasar pengetahuan. Ketika Anda melihat tongkat
yang lurus menjadi seolah-olah bengkok ketika dimasukkan ke dalam kolam, maka
pastilah penglihatan anda terhadap fenomena bayangan di kolam tadi adalah
salah. Pertanyaannya adalah bagaimana Anda mau berpegangan kepada sesuatu yang
salah? Bagaimana kita bisa mempercayai bahwa penglihatan kita terhadap yang
lain juga tidak salah?
Demikian dengan alat yang kedua,
yaitu rasio. Rasio bahkan telah melakukan kesalahan lebih banyak dari pada
kesalahan yang telah diperbuat oleh panca indra. Pada beberapa percobaan dan
argumen, ilmuwan justru telah banyak melakukan kesalahan. Suatu hari dikatakan
yang yang terkecil adalah atom, hari lainnya dikatakan netron. Suatu hari
dikatakan matahari yang mengelilingi bumi, hari lainnya dikatakan bumilah yang
mengelilingi matahari. Suatu hari dikatakan bumi ini datar, dilain hari
dikatakan bumi ini bulat dan seterusnya.
Dengan demikian jelaslah sudah,
bahwa panca indra dan rasio adalah 2 alat yang tidak bisa terlepas dari salah
sementara kita tidak memiliki alat yang lain selain dari kedua hal tersebut.
Oleh karena itu, apapun yang kita lihat dan apapun yang kita pikirkan dengan
menggunakan pancaindra dan rasio, maka ke semua itu tidak akan terlepas dari
salah satunya. Jadi kesimpulannya, kita tidak bisa mempercayai panca indra dan
rasio untuk dijadikan sandaran pengetahuan. Karena kita tidak mempunyai
sandaran, maka secara otomatis kita sebagai manusia tidak mungkin bisa
mengetahui segala sesuatu itu dengan pasti. Sehingga “SAYA TIDAK TAHU” adalah
sudah menjadi ketentuan nasib manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar