Satu hal yang membuat Descartes
sangat terkenal adalah bagaimana dia menciptakan satu metode yang betul-betul
baru didalam berfilsafat yang kemudian dia beri nama metode keraguan atau kalau
dalam bahasa aslinya dikatakan sebagai Le Doubte Methodique. Berdasarkan metode
ini, berfilsafat menurut Descartes adalah membuat pertanyaan metafisis untuk
kemudian menemukan jawabannya dengan sebuah fundamen yang pasti, sebagaimana
pastinya jawaban didalam matematika.
Untuk menentukan titik kepastian
tersebut Descartes memulainya dengan meragukan semua persoalan yang telah
diketahuinya. Misalnya, dia mulai meragukan apakah asas-asas metafisik dan
matematika yang diketahuinya selama ini bukan hanya sekedar ilusi belaka.
Jangan-jangan apa yang diketahuinya selama ini hanyalah tipuan dari khayalan
belaka, jika demikian adanya maka apakah yang bisa menjadi pegangan untuk
menentukan titik kepastian?
Menurut Descartes, setidak-tidaknya
“aku yang meragukan” semua persoalan tersebut bukanlah hasil tipuan melainkan
sebuah kepastian. Semakin kita dapat meragukan segala sesuatu maka semakin
pastilah bahwa kita yang meragukan itu adalah ada dan bahkan semakin mengada
(exist).
Dengan demikian tidak bisa
dipungkiri lagi bahwa keraguan justru akan membuktikan keberadaan kita semakin
nyata dan pasti. Semakin kita ragu maka kita akan semakin merasa pasti bahwa
keraguan itu adalah ada, karena keraguan itu adanya pada diri kita maka sudah
tentu kita sebagai tempat bercantolnya rasa ragu itu pasti sudah ada terlebih
dahulu. Meragukan sesuatu adalah berpikir tentang sesuatu, dengan demikian bisa
dikatakan bahwa kepastian akan eksistensi kita bisa dicapai dengan berpikir.
Descartes kemudian mengatakan cogito ergo sum atau kalau dalam bahasa aslinya
dikatakan Je pense donc je suis yang artinya adalah aku berpikir maka aku ada.
Dengan metode keraguan ini,
Descartes ingin mengokohkan kepastian akan kebenaran, yaitu “cogito” atau
kesadaran diri. Cogito adalah sebuah kebenaran dan kepastian yang sudah tidak
tergoyahkan lagi karena dipahami sebagai hal yang sudah jelas dan
terpilah-pilah (claire et distincte). Cogito tidak ditemukan didalam metode
deduksi ataupun intuisi, melainkan ditemukan didalam pikiran itu sendiri, yaitu
sesuatu yang dikenali melalui dirinya sendiri, tidak melalui Kitab Suci,
pendapat orang lain, prasangka ataupun dongeng dan lain-lain yang sejenisnya. Karena
ini sifatnya hanyalah sebuah metode maka tidak berarti Descartes menjadi
seorang skeptis, melainkan sebaliknya Descartes ingin menunjukkan kepastian
akan kebenaran yang kokoh jelas dan terpilah melalui metode yang
diperkenalkannya ini.
Metode keraguan yang diperkenalkan Descartes
telah menemukan cogito, yaitu kesadaran, pikiran atau subjektivas. Descartes
menyebut pikiran tersebut sebagai ide bawaan yang sudah melekat sejak kita
lahir kedunia ini atau dalam istilahnya disebut sebagai “res cogians”. Descartes
melanjutkan, bahwa dalam kenyataannya aku ini bukan hanya pikiran saja,
melainkan bisa juga dilihat dan diraba, kejasmanianku ini bisa saja merupakan tipuan
atau kesan yang telah menipu saya sejak lahir, namun demikian bukankah sudah
sejak lahir itu pula kesan itu ada yang mana berarti kejasmanianku ini juga
merupakan ide bawaan karena sudah terbawa sejak lahir. Untuk menjelaskan
maksudnya ini Descartes kemudian menyebutnya dengan istilah “res extensa” atau
keluasan.
Merangkai cerita kejasmanian
tersebut lalu kemudian Descartes menunjuk kepada dirinya sendiri dan mengatakan
bahwa aku juga mempunyai ide tentang yang sempurna dan ide itu sudah ada
didalam diriku dan sudah menjadi bawaanku. Kemudian tentang Tuhan, Tuhan juga
merupakan ide bawaan. Dalam masalah ide bawaan ini, Descartes secara ringkas
mengatakan bahwa terdapat 3 buah ide bawaan, yaitu:
1.
Ide tentang pikiran
2.
Ide tentang keluasan (res extensa)
3.
Ide tentang Tuhan
Sekarang yang menjadi pertanyaan
adalah apakah ketiga ide itu hanya ada didalam pikiran kita saja atau adanya
berada diluar pikiran? Mengenai yang pertama, tentang ide pikiran Descartes
mengatakan bahwa cogito erfo sum atau aku berpikir maka aku ada, yang artinya
berpikir adalah merupakan suatu substansi atau suatu kenyataan yang berdiri
sendiri atau dengan kata lain berpikir itu adalah jiwa itu sendiri. Mengenai
yang kedua, tentang keluasaan Descartes mengatakan, tidak mungkin Tuhan yang
maha sempurna itu menipu kita tentang adanya kejasmanian, karenanya bisa
dikatakan bahwa kematerian adalah juga merupakan sebuah substansi. Mengenai
yang ketiga, tentang Tuhan Descartes mengatakan ketika kita memiliki ide
tentang Tuhan, maka Tuhan itu ada dan karena Tuhan ada maka adanya itu sendiri
haruslah merupakan substansi ontologis. Dalam hal ini nampaknya Descartes
sejalan dengan Anselmus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar