Kajian tentang filsafat pada
dasarnya selalu ‘berputar’ disekitar kesejatian eksistensi (keberadaan) dan
atau kesejatian esensi (keapaan) . Dari kedua ‘kesejatian’ ini yang manakah
yang lebih utama?
Di dalam literatur kuno, kita bisa menemui setidaknya
ada dua kelompok besar sebagai peletak dasar kajian-kajian filafat tinggi, dan
masing-masing kelompok dikenal dengan kelompok metode iluminasi dan
peripatetik.
Metode iluminasi mempercayai bahwa
dalam mengkaji filsafat tinggi (Ilahiah) atau ketuhanan, tidaklah cukup hanya
dengan mengandalkan argumentasi (istidlal) dan penalaran (ta’aqqul) saja,
tetapi lebih dari itu yaitu diperlukannya penyucian jiwa serta perjuangan
melawan hawa nafsu untuk menyingkap berbagai hakikat.
Metode Iluminasi ini mendapat
dukungan dari banyak pihak terutama kalangan filsuf Islam, penganut paham ini
dinamakan dengan kelompok paham iluminasionis dengan tokoh-tokohnya yang
terkenal seperti Syekh Syihabuddin Syuhrawardi. Berbeda dengan kelompok iluminasionis,
kelompok metode peripatetik yang diilhami oleh Aristoteles mempercayai bahwa
argumentasi adalah tempat bertumpunya segala persoalan. Kelompok ini terkenal
dengan tokohnya yang bernama Syekh Ar Ra’is Ibnu Sina.
Plato terkadang juga dikaitkan dengan
kelompok iluminasionis, namun demikian bagaimana kebenarannya masih perlu
dikaji lebih dalam lagi berhubung penulis sejarah filsafat yang terkenal
seperti Syahristani sekalipun tidak pernah menyebut Plato sebagai penganut
paham ini. Kecuali dengan apa yang dikatakan oleh Syekh Syuhrawardi dalam
bukunya ‘Hikmah al Isyraq’ bahwa Phytagoras dan Plato adalah termasuk dari
beberapa cendikiawan kuno yang menganut aliran iluminatif.
Terlepas dari apakah Plato termasuk
orang yang menganut paham iluminasionis ataupun bukan, namun kita perlu
mengingat kembali landasan filsafat plato yang terkenal tentang hakikat
(filsafat tinggi). Plato meletakkan pandangannya kepada tiga pilar utama yaitu
:
1. Teori Ide.
Menurut
teori ini apa-apa yang disaksikan manusia di dunia ini, baik substansi ataupun
aksiden, pada hakikatnya semua itu sudah ada di dunia lain. Yang kita saksikan
didunia ini semunya hanya semacam cermin atau bayangan dari dunia lain.
2. Teori
tentang Roh Manusia.
Plato meyakini bahwa sebelum jasad manusia tercipta (manusia terlahir),
maka rohnya telah berada di dunia lain yang lebih tinggi dan sempurna, yaitu
dunia ide. Setelah jasad tercipta maka roh menempatinya dan sekaligus terikat
dengannya.
3. Ilmu Itu
Mengingat Kembali (Remind) Bukan Mempelajari
Artinya apa
saja yang kita pelajari di dunia ini pada hakikatnya adalah pengingatan kembali
terhadap apa-apa yang sudah pernah kita ketahui sebelumnya. Logikanya adalah
karena sebelum roh bergabung dengan jasad, roh tersebut sudah ada di dunia lain
yang lebih tinggi dan sempurna dan telah menyaksikan dunia tersebut, dan
dikarenakan hakikat dari segala sesuatu itu adalah di ‘ide’ nya maka seyogyanya
ide ini telah mengetahui berbagai hakikat. Dengan demikian, maka segala sesuatu
yang ada setelah roh terikat dengan jasad tidak lain adalah sesuatu yang
tadinya kita sudah tahu dan sekarang sudah terlupakan.
Plato menjelaskan kemudian bahwa
karena roh sudah terikat didalam jasad, maka roh tidak bisa lagi mendapatkan
cahaya sebagaimana yang tadinya dia dapatkan. Hal ini persis seperti tirai yang
menghalangi cermin sehingga cermin tidak bisa menerima pancaran cahaya karena
terhalang oleh tirai tersebut.
Dan ini hanya bisa disingkap dengan
proses dialektika, atau metode iluminasi (penyucian jiwa, penahanan hawa nafsu,
dll) sehingga pancaran cahaya dapat masuk lagi kedalam cermin dan dan sekaligus
bisa lagi merefleksikan gambaran dari dunia lain tadi. Pandangan ini di tolak
keras oleh Aristoteles, menurut Aristoteles perkara ‘ide’ itu adalah urusan
mental (zhihn) , jadi tidak ada itu yang namanya universalia ‘ide’.
Kedua, masalah roh. Aristoteles
percaya bahwa roh itu diciptakan seiring atau hampir bersamaan dengan
penciptaan jasad. Dan jasad bukan merupakan tirai penghalang sama sekali bagi roh,
bahkan dengan ‘bantuan’ jasadlah roh baru bisa mendapatkan semua informasi dan
ilmu baru. Pengetahuan dan informasi yang didapatkan roh adalah melalui
perantara jasad berupa panca indra dan instrumen jasad lainnya. Dan lanjut
Aristoteles lagi, bahwa roh itu tidak pernah berada di dunia lain sehingga roh
itu sudah built up dengan berbagai ilmu pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar