A.
PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL
(LOCAL WISDOM)
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local
wisdom) terdiri dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam
kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, lokal berarti
setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum,
maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan
setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat.
B. LOCAL GENIUS SEBAGAI LOCAL WISDOM
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Locas genius ini
merupakan istilah yang mulai pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para
antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat
Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius
adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai
watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986 :18 -19). Sementara Moendardjito
(dalam Ayatrohaedi, 1986 : 40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial
sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan bertahan
sampai sekarang.
Ciri-cirinya adalah :
1. Mampu
bertahan terhadap budaya luar
2. Memiliki
kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3. Mempunyai
kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
4. Mempunyai kemampuan
mengendalikan
5. Mampu memberi
arah pada perkembangan budaya
I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam http://www.balipos.co.id, didownload
17/9/2003, mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang
telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.
Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan
berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya
masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di
dalamnya dianggap sangat universal.
S. Swarsi Geriya dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam Iun,
http://www.balipos.co.id
mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal, dan keunggulan lokal
merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai,
etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal
adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu
yang lama dan bahkan melembaga.
Dalam penjelasan tentang ‘urf, Pikiran Rakyat terbitan 6 Maret 2003
menjelaskan bahwa tentang kearifan berarti ada yang memiliki kearifan (al- ‘addah
al-ma’rifah), yang dilawankan dengan al-‘addah al-jahiliyyah. Kearifan adat
dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta
dianggap baik oleh ketentuan agama.
Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai
baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang
dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap
baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara
terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena
dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi
apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh
secara alamiah tetapi dipaksakan.
C.
Contoh dan
Fungsi Kearifan Lokal
Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali
Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam http://www.balipos.co.id, bentuk-bentuk
kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilao, norma, etika, kepercayaan,
adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang
bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya
menjadi bermacam-macam.
Balipos terbitan 4 September 2003 memuat tulisan “Pola Perilaku Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi”, antara lain
memberikan informasi tentang beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu :
1. Berfungsi
untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam
2. Berfungsi untuk
pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup,
konsep kanda pat rate.
3. Berfungsi untuk
pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati,
kepercayaan, dan pemujaan pada pura Panji.
4. Berfungsi
sebagi petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.
5. Bermakna sosial,
misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
6. Bermakna sosial,
misalnya pada upacara daur pertanian.
7. Bermakna etika
dan moral, yang terwujud dalam Upacara Ngaben dan Penyucian roh leluhur.
8. Bermakna politik,
misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.
Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah kearifan
lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis
dan teknis. Elly Burhainy Faizal dalam SP Daily tanggal 31 Oktober 2003 dalam http://www.papuaindependent..com
mencontohkan beberapa kekayaan budaya, kearifan lokal di Nusantara yang
terkait dengan pemanfaatan alam yang pantas digali lebih lanjut makna dan
fungsinya serta kondisinya sekarang dan yang akan datang. Kearifan lokal
terdapat dibeberapa daerah, yaitu :
1. Papua, terdapat
kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku). Gunung Erstberg dan Grasberg
dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian dari hidup
manusia. Dengan demikian, maka pemanfaatan sumber daya alam secara hati-hati.
2.
Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali.
Kelestarian lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini, yaitu tata nilai
tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak.
3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana’
ulen. Kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah
diatur dan dilindungi oleh aturan adat.
4.
Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini
mengembangkan kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan
mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi
dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga penggunaan
teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah lingkungan.
5.
Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh,
Jawa Barat. Mereka mengenal upacara tradisional, mitos, tabu, sehingga
pemanfaatan hutan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin
sesepuh adat.
6.
Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig.
Kearifan lokal merupakan suatu
gagasan konseptual yang hidup dalan masyarakat, tumbuh dan berkembang secara
terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi dalam mengatur kehidupan
masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai
yang profan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar