Proses pembelajaran matematika yang
dilakukan saat ini cenderung terlalu kering, teoritis, kurang kontekstual, dan
bersifat semu. Pembelajaranpun kurang bervariasi, sehingga mempengaruhi minat
siswa untuk mempelajari matematika lebih. Pengajaran matematika di sekolah juga
terlalu bersifat formal sehingga matematika yang ditemukan anak dalam kehidupan
sehari-hari sangat berbeda dengan apa yang mereka temukan disekolah.
Oleh sebab itu, pembelajaran
matematika sangat perlu memberikan muatan/menjembatani antara matematika dalam
dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah. Di
sekolah yang dominan suku atau etnis tertentu seringkali mengajarkan matematika
tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia, demikian juga pada beberapa daerah
dimana dalam bahasa pengantar juga menggunakan bahasa setempat. Oleh sebab itu
guru harus mengajarkan matematika dengan menggunakan bahasa pengantar dari
bahasa daerah setempat.
Bahasa daerah setempat mempunyai istilah sendiri,
misalnya untuk kata “berhitung, ditambah, dikurang, dikali, daan dibagi”. Kata-kata
semacam itu mempunyai makna begitu banyak bagi anak dan guru untuk mengajarkan
matematika formal dalam komputasi. Pertimbangan lain bahwa matematika yang
diperoleh di sekolah tidak cocok dengan cara hidup masyarakat setempat,
sehingga matematika sulit dipahami oleh siswa karena ada dua skema yang
diperoleh, yaitu skema yang diperoleh di lingkungan dan skema yang diperoleh di
sekolah. Dua hal tersebut diduga sebagai penyebab sulitnya siswa mempelajari
matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar