Senin, 07 Desember 2015

CRITICAL AND CREATIVE THINKING IN MATHEMATICS


                                             Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
 
Menurut Dr. Richard Paul, Direktur “The Center for Critical Thinking”, menyatakan bahwa kemampuan berpikir dibagi dalam dua komponen yang penting, yaitu kemampuan berpikir secara kritis dan kemampuan berpikir secara kreatif.
Kemampuan berpikir secara kritis merujuk pada pemikiran seseorang, pemikiran dalam menilai kevaliditan, kebaikan suatu ide, buah pikiran, pandangan, dan dapat memberi respons berdasarkan kepada bukti dan sebab akibat.
Pentingnya mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang sebagai sesuatu yang urgen. Penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi ketidaktentuan masa mendatang Fachrurazi (Cabera, 1992).
Selain mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mengembangkan kemampuan komunikasi matematis perlu dilakukan oleh guru dalam pembelajaran matematika. Kemampuan komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berpikir matematikanya dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide matematika Fachrurazi (NCTM, 2000)
Adapun jenis-jenis pemikiran kritis seperti membanding dan membeda (compareandcontrast), membuat kategori (categorization), menerangkan sebab akibat (cause and effect), meneliti bagian dan hubungan bagian yang kecil dengan keseluruhan, membuat andaian, membuat ramalan, dan inferensi.
Sedangkan definisi kemampuan berpikir secara kreatif dilakukan dengan menggunakan pemikiran dalam mendapat ide-ide yang baru, kemungkinan yang baru, ciptaan yang baru berdasarkan kepada keaslian dalam penghasilannya. Kedua kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif ini bertujuan untuk menolong atau membantu seseorang dalam menyelesaikan masalah.

1.         Berpikir Kritis
Berfikir kritis adalah cara berfikir yang dapat memecahkan masalah secara logis dan dapat menghasilkan keputusan yang tepat. Dan cara berfikir ini diawali dan diproses oleh otak kiri.  Menurut Webster's New Encylopedic All New 1994 Edition, “kritis” (critical) adalah “Using or involving careful judgement” sehingga “berpikir kritis” dapat diartikan sebagai berpikir yang membutuhkan kecermatan dalam membuat keputusan. Pengertian yang lain diberikan oleh Ennis (1996), yaitu berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita percayai dan apa yang kita kerjakan.
Kemampuan berpikir kritis seseorang dalam suatu bidang studi tidak dapat terlepas dari pemahamannya terhadap materi bidang studi tersebut. Maka seseorang harus menguasai materi minimal 80% agar dapat berfikir kritis dalam suatu pelajaran. Namun sebagaimana kita ketahui bahwa matematika bersifat aksiomatik, abstrak, formal, dan  deduktif. Karenanya wajar jika matematika termasuk mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa pada umumnya yang tahap berpikirnya belum formal dengan bakat serta kemampuannya yang bervariasi.
Masih rendahnya kualitas hasil pembelajaran siswa dalam matematika merupakan indikasi bahwa tujuan yang ditentukan dalam kurikulum matematika belum tercapai secara optimal. Agar tujuan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan, salah satu caranya adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas.
Berpikir kritis berkaitan erat dengan argumen, karena argumen sendiri adalah serangkaian pernyataan yang mengandung pernyataan penarikan kesimpulan. Seperti diketahui kesimpulan biasanya ditarik berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan sebelumnya atau yang disebut premis. Dalam argumen yang valid sebuah kesimpulan harus ditarik secara logis dari premis-premis yang ada.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ennis (1996), berpikir kritis adalah suatu proses, sedangkan tujuannya adalah membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulan merupakan control aktif, yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful thinking. secara singkatnya menyatakan bahwa terdapat lima unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu:
1.      Fokus (focus). Langkah awal dari berpikir kritis adalah mengidentifikasi masalah dengan baik. Permasalahan yang menjadi fokus bisa terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen.
2.     Alasan (reason). Apakah alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus.
3.     Kesimpulan (inference). Jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk sampai pada kesimpulan yang diberikan.
4.       Situasi (situation). Mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya.
5.    Kejelasan (clarity). Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argumen tersebut sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan.
Contoh soal berfikir kritis:
Seorang anak dihadapkan pada soal “Apakah 1728 merupakan suatu bilangan pangkat 3?”
Anak tersebut menjawab ya, karena 1000 = 103 maka akar pangkat 3 dari 1728 adalah bilangan yang lebih besar dari 10. Karena bilangan terakhirnya 8 dan akar pangkat tiga dari 8 adalah 2, maka akar pangkat 3 dari 1728 adalah 10 + 2 = 12.
Dalam soal tersebut peserta didik diharapkan menggunakan kemampuan penalaran matematikanya untuk menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang dapat muncul dari perpangkatan suatu bilangan diatas.  Maka mengembangkan berfikir kritis pada peserta didik sangatlah penting agar peserta didik mampu memecahkan masalah baik dalam pelajaran maupun dalam kehidupan sahari-hari di masyarakat.

2.         Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah cara berpikir peserta didik yang dapat menghasilkan ide-ide baru atau mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik lagi. Jika kemampuan berpikir kritis dikembangkan oleh otak kiri, maka kemampuan berpikir yang dikembangkan oleh otak kanan adalah kemampuan berpikir kreatif.
Kemampuan berpikir kreatif juga berkenaan dengan kemampuan seseorang mengajukan ide-ide dan melihat hubungan yang baru. Musbikin (2006) mengartikan kreativitas sebagai kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru atau tak diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang tak sekedar menghafal, menciptakan jawaban baru untuk soal-soal yang sudah ada dan mendapatkan pertanyaan baru yang perlu dijawab.
Perkins (Hassoubah, 2004: 55) menyatakan bahwa berpikir kreatif itu melibatkan banyak komponen, yaitu :
1.    Berpikir kreatif melibatkan sisi estetik dan standar praktis, artinya kreativitas bukan saja berhubungan dengan penemuan yang bagus dan menarik tetapi lebih banyak berhubungan dengan penemuan yang menunjukkan penerapan.
2.      Berpikir kreatif bergantung pada besarnya perhatian terhadap tujuan dan hasil.
3.      Berpikir kreatif lebih banyak bergantung pada mobilitas daripada kelancaran.
4.      Berpikir kritis tidak hanya objektif tetapi juga subjektif. Kita tidak bisa terpaku pada satu hal karena kaku dan terobsesi dengan objektivitas, kadang-kadang perlu bersikap subjektif dan memperhatikan pendapat berdasarkan perasaan
5.      Bepikir kreatif lebih banyak bergantung kepada motivasi intrinsik daripada ekstrinsik.
            Kemampuan berpikir kreatif dapat diukur dengan indikator-indikator yang telah ditentukan oleh para ahli, salah satunya menurut guilford. Adapun menurut Guilford (Starko, 1991) indikator dari berpikir kreatif ada lima, yaitu:
a.  Kepekaan (problem sensitivity) adalah kemampuan mendeteksi (mengenali dan memahami) serta menanggapi suatu pernyataan, situasi atau masalah.
b.       Kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan.
c.      Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam, pemecahan, atau pendekatan terhadap masalah.
d.     Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakan orang.
e.    Elaborasi (elaboration) adalah kemampuan menambah situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang didalamnya dapat berupa table, grafik, gambar, model, dan kata-kata.
Soal bepikir kreatif :
Misalkan kita mempunyai sebuah takaran yang dapat terisi penuh 70 ml air, dan sebuah takaran yang dapat terisi penuh 80 ml air. Kedua takaran tersebut tidak memperlihatkan batas-batas ml yang jelas. Bagaimana kita dapat membuat takaran yang terisi penuh 90 ml air dengan hanya menggunakan kedua takaran yang ada?
          Pada soal diatas, peserta didik dituntut untuk menghasilkan ide-ide dalam membuat takaran yang terisi penuh 90 ml air, dengan hanya menggunakan takaran yang hanya terisi penuh 70 ml air dan 80 ml air. Untuk memperjelas idenya peserta didik dapat merepresentasikannya dengan gambar atau simbol-simbol lainnya. Kemudian dihasilkan kreativitas peserta didik yang dapat dilihat dari keaslian, kelancaran, kelenturan, dan keterperinciannya dalam membuat takaran yang dapat terisi penuh 90 ml.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar