Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
Menurut Dr. Richard
Paul, Direktur “The Center for Critical Thinking”, menyatakan bahwa
kemampuan berpikir dibagi dalam dua komponen yang penting, yaitu kemampuan
berpikir secara kritis dan kemampuan berpikir secara kreatif.
Kemampuan berpikir
secara kritis merujuk pada pemikiran seseorang, pemikiran dalam menilai
kevaliditan, kebaikan suatu ide, buah pikiran, pandangan, dan dapat memberi
respons berdasarkan kepada bukti dan sebab akibat.
Pentingnya mengajarkan
dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang sebagai sesuatu
yang urgen. Penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai
tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang
memungkinkan siswa untuk mengatasi ketidaktentuan masa mendatang Fachrurazi (Cabera,
1992).
Selain mengembangkan
kemampuan berpikir kritis, mengembangkan kemampuan komunikasi matematis perlu
dilakukan oleh guru dalam pembelajaran matematika. Kemampuan komunikasi
matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab
melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berpikir
matematikanya dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide matematika Fachrurazi
(NCTM, 2000)
Adapun jenis-jenis
pemikiran kritis seperti membanding dan membeda (compareandcontrast), membuat
kategori (categorization), menerangkan sebab akibat (cause and effect),
meneliti bagian dan hubungan bagian yang kecil dengan keseluruhan, membuat
andaian, membuat ramalan, dan inferensi.
Sedangkan definisi
kemampuan berpikir secara kreatif dilakukan dengan menggunakan pemikiran dalam
mendapat ide-ide yang baru, kemungkinan yang baru, ciptaan yang baru
berdasarkan kepada keaslian dalam penghasilannya. Kedua kemampuan berpikir
secara kritis dan kreatif ini bertujuan untuk menolong atau membantu seseorang
dalam menyelesaikan masalah.
1.
Berpikir Kritis
Berfikir
kritis adalah cara berfikir yang dapat memecahkan masalah secara logis dan
dapat menghasilkan keputusan yang tepat. Dan cara berfikir ini diawali dan
diproses oleh otak kiri. Menurut Webster's New Encylopedic All New 1994 Edition, “kritis” (critical) adalah “Using or involving careful
judgement” sehingga “berpikir kritis” dapat diartikan sebagai berpikir yang
membutuhkan kecermatan dalam membuat keputusan. Pengertian yang lain diberikan
oleh Ennis (1996), yaitu berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan
untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita percayai dan apa
yang kita kerjakan.
Kemampuan berpikir kritis seseorang dalam suatu bidang studi tidak dapat terlepas dari
pemahamannya terhadap materi bidang studi tersebut. Maka seseorang harus
menguasai materi minimal 80% agar dapat berfikir kritis dalam suatu pelajaran.
Namun sebagaimana kita ketahui bahwa matematika bersifat aksiomatik, abstrak,
formal, dan deduktif. Karenanya wajar jika matematika termasuk mata
pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa pada umumnya yang tahap berpikirnya
belum formal dengan bakat serta kemampuannya yang bervariasi.
Masih
rendahnya kualitas hasil pembelajaran siswa dalam matematika merupakan indikasi
bahwa tujuan yang ditentukan dalam kurikulum matematika belum tercapai secara
optimal. Agar tujuan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan,
salah satu caranya adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran yang
berkualitas.
Berpikir
kritis berkaitan erat dengan argumen, karena argumen sendiri adalah serangkaian
pernyataan yang mengandung pernyataan penarikan kesimpulan. Seperti diketahui
kesimpulan biasanya ditarik berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan
sebelumnya atau yang disebut premis. Dalam argumen yang valid sebuah kesimpulan
harus ditarik secara logis dari premis-premis yang ada.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Ennis (1996), berpikir kritis adalah suatu proses,
sedangkan tujuannya adalah membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang
diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis adalah berpikir pada tingkat yang
lebih tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulan
merupakan control aktif, yaitu reasonable, reflective, responsible, dan
skillful thinking. secara singkatnya menyatakan bahwa terdapat lima unsur dasar
dalam berpikir kritis, yaitu:
1. Fokus (focus).
Langkah awal dari berpikir kritis adalah mengidentifikasi masalah dengan baik.
Permasalahan yang menjadi fokus bisa terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen.
2. Alasan
(reason). Apakah alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak untuk
disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus.
3. Kesimpulan
(inference). Jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk sampai pada
kesimpulan yang diberikan.
4. Situasi (situation).
Mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya.
5. Kejelasan
(clarity). Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam
argumen tersebut sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan.
Contoh soal berfikir kritis:
Seorang anak dihadapkan pada soal “Apakah 1728 merupakan suatu bilangan
pangkat 3?”
Anak tersebut menjawab ya, karena
1000 = 103 maka akar pangkat 3 dari 1728 adalah bilangan yang lebih
besar dari 10. Karena bilangan terakhirnya 8 dan akar pangkat tiga dari 8 adalah
2, maka akar pangkat 3 dari 1728 adalah 10 + 2 = 12.
Dalam soal tersebut peserta didik
diharapkan menggunakan kemampuan penalaran matematikanya untuk menganalisis
kemungkinan-kemungkinan yang dapat muncul dari perpangkatan suatu bilangan
diatas. Maka mengembangkan berfikir kritis pada peserta didik sangatlah
penting agar peserta didik mampu memecahkan masalah baik dalam pelajaran maupun
dalam kehidupan sahari-hari di masyarakat.
2.
Berpikir
Kreatif
Berpikir kreatif adalah
cara berpikir peserta didik yang dapat menghasilkan ide-ide baru atau
mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik lagi. Jika kemampuan berpikir kritis
dikembangkan oleh otak kiri, maka kemampuan berpikir yang dikembangkan oleh
otak kanan adalah kemampuan berpikir kreatif.
Kemampuan berpikir kreatif juga berkenaan dengan
kemampuan seseorang mengajukan ide-ide dan melihat hubungan yang baru. Musbikin
(2006) mengartikan kreativitas sebagai kemampuan memulai ide, melihat hubungan
yang baru atau tak diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang tak
sekedar menghafal, menciptakan jawaban baru untuk soal-soal yang sudah ada dan
mendapatkan pertanyaan baru yang perlu dijawab.
Perkins (Hassoubah,
2004: 55) menyatakan bahwa berpikir kreatif itu melibatkan banyak komponen,
yaitu :
1. Berpikir kreatif melibatkan sisi estetik dan standar praktis, artinya
kreativitas bukan saja berhubungan dengan penemuan yang bagus dan menarik
tetapi lebih banyak berhubungan dengan penemuan yang menunjukkan penerapan.
2. Berpikir kreatif bergantung pada besarnya perhatian terhadap tujuan dan
hasil.
3. Berpikir kreatif lebih banyak bergantung pada mobilitas daripada kelancaran.
4. Berpikir kritis tidak hanya objektif tetapi juga subjektif. Kita tidak bisa
terpaku pada satu hal karena kaku dan terobsesi dengan objektivitas,
kadang-kadang perlu bersikap subjektif dan memperhatikan pendapat berdasarkan
perasaan
5. Bepikir kreatif lebih banyak bergantung kepada motivasi intrinsik daripada
ekstrinsik.
Kemampuan berpikir
kreatif dapat diukur dengan indikator-indikator yang telah ditentukan oleh para
ahli, salah satunya menurut guilford. Adapun menurut Guilford (Starko, 1991)
indikator dari berpikir kreatif ada lima, yaitu:
a. Kepekaan (problem
sensitivity) adalah kemampuan mendeteksi (mengenali dan memahami) serta
menanggapi suatu pernyataan, situasi atau masalah.
b. Kelancaran (fluency)
adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan.
c. Keluwesan (flexibility)
adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam, pemecahan, atau pendekatan
terhadap masalah.
d. Keaslian (originality)
adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak
klise dan jarang diberikan kebanyakan orang.
e. Elaborasi (elaboration)
adalah kemampuan menambah situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan
merincinya secara detail, yang didalamnya dapat berupa table, grafik, gambar,
model, dan kata-kata.
Soal bepikir kreatif :
Misalkan kita mempunyai sebuah takaran yang dapat terisi penuh 70 ml air,
dan sebuah takaran yang dapat terisi penuh 80 ml air. Kedua takaran tersebut
tidak memperlihatkan batas-batas ml yang jelas. Bagaimana kita dapat membuat
takaran yang terisi penuh 90 ml air dengan hanya menggunakan kedua takaran yang
ada?
Pada soal diatas, peserta
didik dituntut untuk menghasilkan ide-ide dalam membuat takaran yang terisi
penuh 90 ml air, dengan hanya menggunakan takaran yang hanya terisi penuh 70 ml
air dan 80 ml air. Untuk memperjelas idenya peserta didik dapat merepresentasikannya
dengan gambar atau simbol-simbol lainnya. Kemudian dihasilkan kreativitas
peserta didik yang dapat dilihat dari keaslian, kelancaran, kelenturan, dan
keterperinciannya dalam membuat takaran yang dapat terisi penuh 90 ml.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar