Tokoh-Tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya
1. Ibnu Sina
a. Biografi
Nama
lengkapnya Abu Ali al- Husien ibn Abdullah ibn Hasan ibn Ali ibn Sina. Ia
dilahirkan didesa Afsyanah, dekat Buhkara, Persia Utara pada 370 H. Ia
mempunyai kecerdasan dan ingatan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun
telah mampu menghafal Al-Qur’an, sebagian besar sastra Arab dan juga hafal
kitab metafisika karangan Aristoteles setelah dibacanya empat puluh kali. Pada
usia 16 tahun ia telah banyak menguasai ilmu pengetahuan, sastra arab, fikih,
ilmu hitung, ilmu ukur, filsafat dan bahkan ilmu kedokteran dipelajarinnya
sendiri.
b. Pemikirannya
1). Kenabian
Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, ibnu Sina
membagi manusia kedalam empat kelompok: mereka yang kecakapan teoretisnya
telah mencapai tingkat penyempurnaan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak
lagi membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah
mencapai suatu puncak yang demikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif
mereka yang tajam mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan
tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang. Kemudian mereka memiliki
kesempurnaan daya intuitif, tetapi tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang
yang daya teoretisnya sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir adalah orang yang
mengungguli sesamanya hanya dalam ketajaman daya praktis mereka.
Nabi Muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan seorang
Nabi, yaitu memiliki imajinasi yang sangat kuat dan hidup, bahkan fisiknya
sedemikian kuat sehingga ia mampu mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain,
melainkan juga seluruh materi pada umumnya. Dengan imajinatif yang luar biasa
kuatnya, pikiran Nabi, melalui keniscayaan psikologis yang mendorong, mengubah
kebenaran-kebenaran akal murni dan konsep-konsep menjadi imaji-imaji dan
simbol-simbol kehidupan yang demikian kuat sehingga orang yang mendengar atau
membacanya tidak hanya menjadi percaya tetapi juga terdorong untuk
berbuat sesuatu. Apabila kita lapar atau haus, imajinasi kita menyuguhkan
imaji-imaji yang hidup tentang makanan dan minuman. Pelambangan dan pemberi
sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi, menimbulkan
imaji-imaji yang kuat dan hidup sehingga apapun yang dipikirkan dan dirasakan
oleh jiwa Nabi, ia benar-benar mendengar dan melihatnya.
2). Tasawuf
Tasawuf,
menurut ibnu Sina tidak dimulai dengan zuhud, beribadah dan meninggalkan
keduniaan sebagaimana yang dilakukan orag-orang sufi sebelumnya. Ia memulai tasawuf
dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal,
lalu akal akan menerima ma’rifah dari al-fa’al. Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa
manusia tidak berbeda lapangan ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai
ma’rifah, tetapi perbedaannya terletak pada ukuran persiapannya untuk
berhubungan dengan akal fa’al.
Mengenai
bersatunya Tuhan dan manusia atau bertempatnya Tuhan dihati diri manusia tidak
diterima oleh ibnu Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya,
tetapi melalui prantara untuk menjaga kesucian Tuhan. Ia berpendapat bahwa
puncak kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali hubungan manusia dengan Tuhan.
Karena manusia mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut. Pancaran
dan sinar tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui akal fa’al.
2. Al-Razi
a. Sejarah Lahir
Nama
lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria ibnu Yahya Al-Razi.
Dalam wacana keilmuan barat, beliau dikenal dengan sebutan Razhes. Ia
dilahirkan di Rayy, sebuah kota tua yang masa lalu bernama Rhoges, dekat
Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 Sya’ban 251 H/865 M. Perlu diingat
bahwasanya tempat yang ia tinggali yakni Iran ,yang sebelumnya terkenal dengan
sebutan Persia, merupakan tempat dimana terjadinya pertemuan berbagai
kebudayaan terutama kebudayaan Yunani dan Persia. Dengan suasana seperti
lingkungan seperti ini mendorong bakat Al-Razi tampil sebagai seorang
intelektual.
Ada
beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggil Al-Razi, yakni Abu Hatim Al-Razi dan
Najmun Al-Razi. Oleh karena itu, untuk membedakan Al-Razi dengan yang lainnya,
perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya
(gelarnya).
Beliau
pernah menjadi tukang intan pada mudanya, penukar uang, dan pemain kecapi. Lalu
beliau memusatkan perhatiannya pada ilmu kimia dan meninggalkannya akibat
eksperimen-eksperimen yang dilakukannya yang menyebabkan mata terserang
penyakit. Setelah itu, beliau mendalami ilmu kedokterang dan filsafat yang ada
pada masa itu.
Ayahnya
berharap Al-Razi menjadi seorang pedagang besar, maka dari itu ayahnya
membekali Al-Razi ilmu-ilmu perdagangan. Akan tetapi, Al-Razi lebih memilih
bidang intelektual dibandingkan bidang perdagangan karena menurutnya bidang
intelektual merupakan perkara yang lebih besar ketimbang urusan dengan materi
belaka.
Karena
ketekunannya dalam bidang kedoteran dan filsafat, Al-Razi menjadi terkenal
sebagai dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya, oleh karena
tiu dia sering memberi pengobata cuma-Cuma kepada orang miskin. Dan karena
reputasinya dalam kedokteran, dia pernah mejabat sebagai kepala rumah sakit
Rayy pada masa pemerintahan Gubernur Al-Mansur ibnu Ishaq. Kemudian dia
berpindak ke Baghdad dan memimpin rumah saki di sana pada masa pemerintahan Khlifah
Al-Muktafi. Setelah Al-Muktafi meninggal, ia kembali ke kota kelahirannya,
kemudian id berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lainnya dan meninggal
dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/ 27 Oktober 925 dalam usia 60 tahun.
b. Karyanya
Mengenai
karyanya, tentu berkaitan dengan siapa dia belajar, dan siapa yang mengajarkan
ilmu pengetahuan kepadanya. Menurut Al-Nadim, beliau belajar filsafat kepada
Al-Bakhli yang menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno. Ia sangat rajin dalam
menulis dan membaca, mungkin inilah yang menyebabkan penglihatannya secara
berangsur-angsur melemah dan akhirnya buta total. Ia menolak akan untuk di
obati dengan mengatakan bahwa pengobatan untuknya itu sia-sia karena tak
sebentar lagi dia akan meninggal.
Tak
heran jika karya-karyanya sangat banyak sekali bahkan dia menuliskan pada salah
satu kitabnya, bahwasanya dia menulis tidak kurang sari 200 karya tulis dalam
berbagai ilmu pengetahuan. Karya-karyanya yang meliputi:
1. Ilmu
Falak,
2. Matematika,
3. Bidang
kimia, yang terkenal dengan Kitab As-rar
4. Bidang
kedoteran, yang terkenal dengan al-mansuri Liber al-Almansoris
5. Bidang
Medis, yang terkenal dengan kitab Al-Hawi,
6. Mengenai
penyakit cacar dan pencegahannya, yakni Kitab al-Judar wa al-Hasbah
Sebagian dari karyanya telah dikumpulkan menjadi satu kitab
yang bernama al-Rasa’il Falsafiyyat dan buku-buku yang lainnya seperti Thib
al-Ruhani, al-Sirah al-Falsafah dan lain sebagainya. Dia terkenal sebagai
ahli kimia dan ahli kedokteran dibanding dengan sebagai filosof.
c. Filsafatnya
Sebenarnya
pemikiran Al-Razi sangat banyak, tetapi filsafatnya terkenal dengan 5 yang
kekal (Al-Qadiim). 5 hal yang kekal itu, antara lain :
1. Al-Baary
Ta’ala (Allah Ta’ala),
2. Al-Nafs
Al-Kulliyyat (jiwa universal),
3. Al-Hayuula
al-Uula (materi pertama),
4. Al-Makaan
al-Muthlaq (tampat/ruang absolut), dan
5. Al-Zamaan
al-Muthlaq (masa absolut).
Dan
dia juga mengklasifikasinya pada yang hidup dan aktif. Yang hidup dan aktif itu Allah dan jiwa, yang tidak hidup dan pasif itu materi, yang tidak
hidup, tidak aktif, dan tidak
pula pasif itu ruang dan waktu.
Al-Baary
Ta’ala (Allah Ta’ala), menurutnya Allah itu kekal karena Dia-lah yang
menciptakan alam ini dari bahan yang telah ada dan tidak mungkin dia
menciptakan ala mini dari ketiadaan (creatio ex nihilo). Al-Nafs
Al-Kulliyyat (jiwa universal), menurutnya jiwa merupakan sesuatu yang kekal
selain Allah, akan tetapi kekekalannya tidak sama dengan kekekalan Allah. Al-Hayuula
al-Uula (materi pertama), disebut juga materi mutlak yang tidak lain adalah
atom-atom yang tidak bisa dibagi lagi, dan menurutnya mengenai materi pertama,
bahwasanya ia juga kekal karena diciptakan oleh Pencipta yang kekal.
Sebelumnya
dia berpendat bahwa materi bersifat kekal dank arena materi ini menempati
ruang, maka Al-Makaan al-Muthlaq (tampat/ruang absolute) juga kekal.
Ruang dalam pandangannya dibedakan menjadi dua kategori, yakni ruang pertikular
yang terbatas dab terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya, dan
ruang universal yang tidak terikat dengan maujud dan tidak terbatas.
Seperti
ruang, dia membedakan pula Al-Zamaan al-Muthlaq (masa absolut) padad dua
kategori yakni; waktu yang absolut/mutlak yang bersifat qadiim dan substansi
yang bergerak atau yang mengalir (jauhar yajri), pembagian yang kedua yaitu
waktu mahsur. Waktu mahsur adalah waktu yang berlandaskan pada pergerakan
planet-planet, perjalanan bintang-bintang, dan mentari. Waktu yang kedua ini
tidak kekal. Menurutnya, bahwasanya waktu yang kekal sudah ada terlebih dahulu
sebelum adanya waktu yang terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar