Descartes mengatakan bahwa aku itu
terdiri dari dua substansi, yakni substansi jiwa dan substansi jasmani atau
materi. Descartes selanjutnya membedakan antara substansi manusia dan hewan
pada rasio atau jiwanya. Descartes mengatakan, manusia memiliki kebebasan yang
mana tidak dimiliki oleh hewan. Hewan dalam prilakunya selalu terbentuk secara
otomatis, bukan dengan kebebasan karena hewan tidak memiliki jiwa sebagai dasar
kemandirian substansi.
Adapun kesamaan antara hewan dan
manusia adalah pada jasmani atau tubuhnya, karena itu bisa dikatakan bahwa
sesungguhnya tubuh manusiapun sebenarnya berjalan secara otomatis dan tunduk
kepada hukum-hukum alam. Descartes selanjutnya menyebut tubuh adalah sebagai L`homme machine atau mesin yang bisa
berjalan secara otomatis (berjalan sendiri). Badan bisa bergerak, bernafas,
mengedarkan darah, dan seterusnya tanpa campur tangan pikiran atau jiwa.
Perbedaannya adalah kalau pada manusia mesin ini diatur atau dikontrol oleh
jiwa, sementara pada hewan mesin ini berjalan secara alami atau otomatis.
Bagaimana jiwa mengatur atau mengontrol tubuh (mesin), Descartes menjelaskannya
dengan menunjukkan sebuah kelenjar kecil (glandula pinealis) yang ada di otak
sebagai semacam jembatan. Dengan adanya kelenjar kecil yang berfungsi sebagai
jembatan penghubung ini maka tubuh bisa merepleksikan aktifitas-aktifitas unik
seperti gembira, bersedih, tertawa, murung, dan lain-lain.
Dalam hal etika, Descartes mempunyai
pandangan dualitas dimana disatu sisi dikatakan manusia bebas dan independen
dan disisi lainnya dikatakan bahwa kebebasan tersebut tidak independen
melainkan dituntun oleh Tuhan.
Descartes mengatakan, untuk mencapai
jiwa yang bebas dan independen maka kita harus mengendalikan hasrat-hasrat yang
ada didalam diri kita sehingga jiwa bisa menguasai tingkah laku kita
sepenuhnya. Dengan menguasai atau mengontrol hasrat dan tingkah laku, manusia
bisa memiliki kebebasan spiritual. Hal ini bisa terjadi karena hasrat dan nafsu
seperti: cinta, kebencian, kekaguman, kegembiraan, kesedihan, dan gairah
dianggap sebagai keadaan pasif dari jiwa dan jika manusia mampu menaklukkan
nafsu-nafsu ini maka dia akan bebas dan independen. Akan tetapi kata Descartes,
yang disebut bebas dan independen dalam pengertian otonomi tersebut bukanlah
bebas mutlak, melainkan bebas berdasarkan penyelenggaraan Ilahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar