Manajemen
konflik adalah
kemampuan individu untuk mengelola konflik-konflik yang dialaminya dengan cara
yang tepat, sehingga tidak menimbulkan komplikasi negatif pada kesehatan
jiwanya maupun keharmonisan keluarga.
Seorang istri mengeluh bahwa dirinya
merasa tidak cocok dengan suaminya justru setelah menikah selama satu tahun.
Selalu saja ada hal yang menjadi bahan pertengkaran suami-istri, sampai istri
tersebut memutuskan keinginan untuk bercerai. Konflik demi konflik selalu terjadi dalam rumah tangganya yang
membuatnya stress. Kasus tersebut merupakan suatu ilustrasi bahwa
konflik selalu bisa muncul dalam rumah tangga, dan bila tidak diatasi akan
dapat menimbulkan gangguan psikologis baik pada pihak istri maupun suami.
Konflik adalah suatu kondisi yang
tidak menyenangkan dan dapat menekan perasaan individu karena adanya dua hal
atau obyek, kebutuhan, keinginan, kekuatan, kecenderungan ataupun tujuan yang
berbeda atau bertentangan yang timbul pada saat yang sama. Untuk mengatasi
konflik yang dialami, diperlukan strategi atau cara-cara tertentu.
·
Konflik dan Jenis-Jenisnya
Ada beberapa jenis konflik yang
dialami oleh individu. Jika kita meninjau dari sumber timbulnya konflik maka
dapat dibedakan menjadi :
- Konflik yang bersumber dari diri sendiri, sering disebut dengan konflik internal. Contoh: Amir merasa bingung karena dia sudah ingin menikah tetapi dipihak lain dia belum lulus kuliah sehingga belum bisa memberi nafkah pada keluarga.
- Konflik yang bersumber pada lingkungan. Lingkungan dapat dibagi menjadi lingkungan keluarga, dan lingkungan di luar keluarga (tetangga, sekolah, teman, massa, tempat kerja, dll).
·
Konflik dalam
Keluarga
Dalam suatu keluarga biasanya
terdiri dari suami, istri, anak, namun ada juga keluarga yang belum mandiri
sehingga dalam keluarga tersebut masih ada orang tua dari suami atau pihak
istri. Bisa terjadi konflik antara suami-istri, atau orang tua dengan anak,
atau mertua dengan anak-cucu.
Konflik selalu terjadi dalam
keluarga dan jika tidak ada penyelesaian yang baik maka akan berdampak terhadap
keharmonisan keluarga itu sendiri yang akhirnya dapat menimbulkan
gangguan-gangguan psikologis pada individu-individu yang terlibat di dalamnya.
Gangguan psikologis yang dialami bisa timbul mulai dari yang ringan sampai yang
berat.
Konflik suami-istri biasanya
disebabkan oleh kurangnya rasa “saling” antara keduanya :
- Kurangnya saling pengertian terhadap kelebihan dan kekurangan masing-masing
- Kurangnya saling percaya
- Kurangnya saling terbuka
- Kurang komunikasi yang efektif
Banyak pasangan suami-istri
yang menjalani perkawinan lebih dari 20 tahun dan tetap harmonis mengungkapkan
rahasia keharmonisan keluarganya bahwa kuncinya adalah saling percaya dan
saling pengertian serta adanya komunikasi yang terbuka dan efektif. Para ahli
komunikasi menyatakan bahwa komunikator yang baik adalah orang yang dapat
menimbulkan rasa senang bagi orang yang diajak berkomunikasi. Banyak pasangan
yang baru menikah pada tahun-tahun pertama mengalami “wedding blues” yaitu
stress pasca menikah. Hal tersebut muncul karena biasanya masing-masing pihak
kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan pasangan.
·
Manajemen Konflik
Strategi dalam mengelola konflik
dapat dilakukan melalui beberapa tahap. Lebih baik mencegah dari pada mengalami
konflik. Tahapan manajemen konflik sebagai
berikut :
1. Tahap primer
Tahap ini merupakan tahap pencegahan terhadap terjadinya konflik keluarga.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh suami-suami antara lain :
·
Meningkatkan derajat keharmonisan suami istri sehingga
lebih intim.
·
Mengerti terhadap pekerjaan pasangan masing-masing;
berusaha membuat suami/istri merasa senang; saling menyatakan perasaan secara
terbuka; menghargai pendapat/ide pasangan; menggunakan waktu luang bersama;
saling memuaskan dalam kehidupan seksual.
·
Adanya komunikasi yang efektif dan dapat menjadi
pendengar yang baik bagi pasangannya.
·
Jika ada masalah, komunikasikan dengan pasangan agar
tidak berlarut-larut.
·
Menyeimbangkan antara perasaan dan pikiran (rasio).
Tidak berpikir yang aneh-aneh kalau sesuatu hal belum terjadi. Hadapi masalah
dengan wajar
2. Tahap sekunder
Tahap ini sudah terjadi konflik dan cara mengatasinya, yaitu :
·
Kompromi dan musyawarah untuk mencari jalan keluar
terbaik. Metode yang dipergunakan “Win-win solution”, semua menang, tidak ada
yang dikalahkan.
·
Mencari alternatif pemecahan masalah berdasarkan
sumber masalahnya apa. Bila tidak dapat melakukan sendiri bisa mencari bantuan
pihak ketiga yang kompeten, konsultasi pada psikolog atau konselor perkawinan.
·
Memilih cara yang terbaik (salah satu).
·
Melaksanakan cara yang sudah dipilih dari kompromi
diatas.
·
Evaluasi penyeleseaian konflik. Hasilnya bagaimana,
lebih harmonis atau tidak.
3. Tahap
Tersier Setelah Konflik Teratasi
Pasangan berusaha untuk mencegah dampak negatif atau trauma psikologis
akibat konflik yang pernah dialami. Berkomunikasi dari hati ke hati, perlunya
kesepakatan baru agar tidak terjadi konflik
yang sama dimasa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar