TEORI BELAJAR MATEMATIKA MENURUT 23
AHLI
1. Teori Thorndike
Teori belajar stimulus-respon yang
dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan koneksionisme. Teori ini
menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan
antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of
readiness), hukum latihan(law of exercise), dan hukum akibat (law of effect).
2. Teori
Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang
sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif.
Penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan
positif dan penguatan negatif. Contoh penguatan positif diantaranya adalah
pujian yang diberikan pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap
guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan.
Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik(menunjang efektivitas
pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut
lebih baik lagi, atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan.
3. Teori
Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan
sebelum belajar dimulai. Bahan pelajaran akan lebih mudah dipahami jika bahan
itu dirasakan bermakna bagi siswa.
Kebermaknaan: sesuai dengan struktur kognitif, sesuai struktur keilmuan,
memuat keterkaitan seluruh bahan (ihtisar/resume/rangkuman/ringkasan/bahan/peta).
Peta konsep adalah bagan / struktur tentang keterkaitan seluruh konsep secara terpadu / terorganisir (herarkhis, distributif/menyebar).
Peta konsep adalah bagan / struktur tentang keterkaitan seluruh konsep secara terpadu / terorganisir (herarkhis, distributif/menyebar).
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dan belajar menerima. Dalam
belajar menerima siswa hanya menerima dan tinggal meghafalkan materi. Sedangkan
pada belajar menemukan, siswa tidak menerima pelajaran begitu saja,tetapi
konsep ditemukan oleh siswa.
Belajar bermakna lebih dilakukan dengan metode penemuan (discovery). Namun
demikian, metode ceramah (ekspositori) bisa juga menjadi belajar bermakna jika
berlajarnya dikaitkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, tidak hanya
sampai pada tahap hapalan; bahan pelajaran harus cocok dengan kemampuan siswa
dan sesuai dengan struktur kognitif siswa.
4. Teori
Gagne
Menurut Gagne ada dua objek belajar matematika, yaitu:
a.
Objek langsung (fakta, keterampilan, konsep, dan
aturan-aturan (principle)
b. Objek tak langsung (kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, mandiri, bersikap positif terhadap matematika, tahu
bagaimana semestinya belajar)
Delapan tipe belajar Gagne:
a.
Isyarat
b.
Stimulus Respon
c.
Rangkaian Gerak
d.
Rangkaian Verbal
e.
Belajar Membedakan
f.
Pembentukan Konsep
g.
Pembentukan Aturan
h.
Pemecahan Masalah
5. Teori
Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam kegiatan
belajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar
siswa mengerjakan Pekerjaan Rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya,
menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
6. Teori
baruda (Belajar dengan Meniru)
Baruda melihat juga adanya kelemahan dalam teori Skinner, yaitu bahwa
respon yang diberikan siswa yang kemudian diberi penguatan tidaklah esensial,
menurutnya yang esensial adalah bahwa seseorang akan belajar dengan baik
melalui peniruan, melalui apa yang dilihatnya dari seseorng, tayangan, dll yang
menjadi model untuk ditiru. Pengertian meniru ini bukan berarti mencontek, tetapi
meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru.
Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan
bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas
dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya
kurang baik ia pun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model
yang professional.
7. Teori
Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata(Schemas),
yaitu kumpulan dari skema- skema.Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan
memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini.
Skemata ini berkembang secara kronologis,sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya,sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur
kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil.
Tahap perkembangan kognitif:
·
Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai dengan 2
tahun)
Bagi anak
yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan
anggota tubuh)dan sensori (koordinasi alat indra).
·
Tahap Pra Operasi (2 tahun sampai dengan 7 tahun)
Ini
merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Operasi
konkrit adalah berupa tindakan-tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan
sekelompok objek,menata letak benda berdasarkan urutan tertentu,dan membilang.
·
Tahap Operasi Konkrit (7 tahun sampai dengan 11 tahun)
Umumnya
anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan
mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda
secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
·
Tahap Operasi Formal (11 tahun dan seterusnya)
Tahap ini
merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada
tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang
abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau
peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide,
abstraksi, dan generalisasi.
8. Teori
Bruner
Jerome Brunner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika
proses pengajaran anak diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang
termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait
antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.
Bruner menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh agar
anak dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang
dibicarakan, sehingga anak akan memahami materi yang harus dikuasai.
Dalam proses pembelajaran hendaknya siswa diberi kesempatan untuk
memanipulasi benda-benda dengan menggunakan media pembelajaran matematika. Melalui
penggunaan media pembelajaran matematika yang ada, siswa akan melihat langsung
keteraturan dan pola strukur yang terdapat dalam penggunaan media pembelajaran
matematika yang diperhatikannya.
Tahapan belajar menurut Brunner :
a.
Tahap Enaktif
Dalam tahap ini siswa secara langsung
terlibat dalam memanipulasi objek.
b.
Tahap Ikonik
Tahapan dimana kegiatan siswa
berhubungan dengan mental, merupakan gambaran dari objek yang dimanipulasinya.
c.
Tahap Simbolik
Tahapan
dimana anak-anak memanipulasi simbol-simbol atau objek tertentu.
9. Teori
Gestalt
Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyaratan dan
latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika
ada topik-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang
dari sepuluh ( Rosseffendi, 1993:115-116).
Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan
hal-hal berikut ini:
a. Penyajian
konsep harus lebih mengutamakan pengertian.
b. Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.
c. Mengatur
suasana kelas agar siswa siap belajar.
10.
Teori
belajar W. Brownell
Brownell mengemukakan bahwa belajar
matematika merupakan belajar bermakna dan pengertian hal ini sesuai dengan
teori Gestalt yang menyatakan bahwa latihan hafal atau drill sangat penting
dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan setelah tertanamnya pengertian (Ruseffendi,
1993: 117).
11. Teori Dienes (Joyfull Learning)
Zoltan P. Dienes adalah seorang
matematikawan yang memfokuskan perhatiannya pada cara pengajaran. Dienes
menekankan bahwa dalam pembelajaran sebaiknya dikembangkan suatu proses
pembelajaran yang menarik sehingga bisa meningkatkan minat siswa terhadap
pelajaran matematika.
12.
Teori Polya
Pemecahan masalah merupakan aktivitas intelektual yang paling tinggi.
Pemecahan masalah harus didasarkan atas adanya kesesuaian dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa, supaya tidak terjadi stagnasi.
Tahapan pemecahan masalah, yaitu :
a.
Memahami Masalah
b.
Membuat Rencana/Cara Penyelesaian Masalah
c.
Menjalankan Rencana/Menyelesaikan Masalah
d.
Melihat Kembali/Recek.
13. Freudenthal dan Treffers (RME: Realistic Mathematics
Education)
·
Pematematikaan: horizontal (H), diteruskan Vertikal
(V); realistic (H+,V+)
·
Mekanistik (drill & practice: (H- dan V-); empiris
(H+, V-);
·
Strukturilistik (H-, V+)
14. Teori Van Hiele
Tahap
perkembangan siswa dalam memahami geometri:
1)
Pengenalan
2)
Analisis
3)
Pengurutan
4)
Deduksi
5)
Keakuratan (Rigor)
Menurut Van Hiele ada tiga unsur dalam pengajaran matematika, yaitu waktu, materi
pengajaran, dan metode pengajaran. Jika ketiganya ditata secara terpadu, maka
akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir
lebih tinggi.
15. John Dewey (CTL)
·
Mengkaitkan bahan pelajaran dengan situasi dunia
nyata.
· Mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan
kehidupan sehari-hari, pengalaman sesungguhnya, dan penerapannya/manfaatnya.
· Strategi: authentic, inkuiri, praktek kerja, pemecahan
masalah.
16.
Aliran
Latihan Mental
Otak
diibaratkan seperti otot, jika ingin kuat harus sering dilatih, makin keras dan
sulit latihannya akan lebih baik hasilnya.
17.
Teori
Tollman
Sesungguhnya,
pada tahun 1930 pakar psikologi AS Edward C. Tolman sudah meneliti proses
kognitif dalam belajar dengan penelitian eksperimen bagaimana tikus belajar
mencari jalan melintasi maze (teka-teki berupa jalan yang ruwet). Ia menemukan
bukti bahwa tikus-tikus percobaannya membentuk “peta kognitif” (atau peta
mental) bahkan pada awal eksperimen, namun tidak menampakkan hasil belajarnya
sampai mereka menerima penguatan untuk menyelesaikan jalannya melintasi
maze—suatu fenomena yang disebutnya latent learning atau belajar latent.
Eksperimen
Tolman menunjukkan bahwa belajar adalah lebih dari sekedar memperkuat respons
melalui penguatan.
18.
Teori Clark
Hull
Clark Hull mengemukaan konsep pokok
teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusi. Menurutnya tingkah laku
seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup.
19.
Teori Bloom
dan Krathwohl
Teori Bloom dan Krathwohl mengemukakan
tiga hal yang bisa dikuasai oleh siswa, meliputi: ranah kognitif, ranah
psikomotor, dan ranah Afektif. Tiga ranah itu tercakup dalam teori yang lebih
dikenal sebagai Taksonomi Bloom.
20.
Teori Kolb
Kolb membagi tahapan belajar ke dalam
empat tahapan, yaitu:
a. Pengalaman Konkret
b. Pengamatan
Aktif dan Reflektif
c. Konseptualisasi
d. Eksperimentasi
Aktif
21.
Teori
Habermas
Habermas berpendapat bahwa belajar
sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama
manusia. Lebih lanjut ia mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian,
yaitu:
a. Belajar
Teknis
b. Belajar Praktis
c. Belajar Emansipatoris
22.
Teori Landa
Menurut Landa ada dua proses
berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir
linier, konvergen, lurus menuju ke satu sasaran. Jenis kedua adalah cara
berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen menuju ke beberapa sasaran
sekaligus.
23.
Teori Pask
dan Scott
Pask dan Scott juga membagi proses
berpikir manjadi dua macam. Pertama pendekatan serialis yang menyerupai
pendekatan algoritmik yang dikemukakan Landa. Jenis kedua adalah cara berpikir
menyeluruh, yaitu berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke
gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Sumber :
http://pendidikan.id/main/forum/diskusi-pendidikan/mata-pelajaran/1621-teori-belajar-matematika-menurut-23-ahli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar