Sabtu, 12 Desember 2015

TOKOH FILSAFAT ISLAM - (IBNU MISKAWAIH & IBNU RUSYD)

Tokoh-Tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya

 


1.  Ibnu Miskawaih





a. Sejarah lahir

Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ya’kub ibnu Miskawaih. Ia dilahirkan di kota Rayy, Iran pada tahun 330 H/ 941 M dan wafat di asfahan pada tanggal 9 Shafar 421 H/ 16 Februari 1030 M. Dari buku yang kami dapatkan, tidak ada penjelasan yang sangat rinci mengungkapkan biograpinya. Namun, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan, bahwa ibnu miskawaih belajar sejarah terutama Taarikh al-Thabari kepada Abu Bakar Ibnu Kamil Al-Qadhi dan belajar filsafat kepada Ibnu Al-Khammar, mufasir kenamaan karya-karya Aristoteles.
Ibnu Miskawaih adalah seorang penganut syi’ah. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya kepada sultan dan wazir-wazir syi’ah pada masa pemerintahan Bani Buwaihi (320– 448 M). Dan ketika sultan Ahmad ‘Adhud Al-Daulah menjabat sebagai kepala pemerintahan, ibnu Miskawaih menduduki jabatan yang penting, seperti pengangkatannya sebagai Khazin, penjaga perpustakaan Negara dan bendahara negara.

b. Karyanya

Dalam karyanya dalam disiplin ilmu meliputi kedokteran, sejarah dan filsafat. Akan tetapi, dia lebih terkenal sebagai seorang filosof akhlak, (al-falsafat al-‘amaliyat) ketimbang dengan seorang filosof ketuhanan (al-falsafat al-nazhariyyat al-Illahiyat).
Dalam buku The History of the Muslim Philoshopy disebutkan bahwa karya tulisannya itu; Al-Fauz al-Akbar, al-Fauz al-Asghar, Tajaarib al-Umaan ( sebuah sejarah tentang banjir besar yana ditulis pada tahun 369 H/ 979 M), Uns al-Fariid ( yakni koleksi anekdot, syair, peribahasa, dan kata-kata hikmah ), Tartiib al-Sa’adat ( isinya ahlak dan politik), al-Mustaufa (isinya syair-syair pilihan), al-Jaami’, al-Siyaab, On the Simple Drugs (tentang kedokteran), On the composition of the Bajats (tentang kedokteran), Kitaab al-Ashribah (tentang minuman), Tahziib al-Akhlak (tentang akhlak), Risaalat fi al-Lazza wa al-Aalam fil jauhar al-Nafs, ajwibaat wa As’ilat fi al-Nafs wa al-‘Aql, Al-Jawaab fi Al-Masaa’il al-Salas, Risaalat fi Jawaab fi Su’al Ali ibnu Muhammad Abuu Hayyan al-Shufii fi HAqiiqat al-‘Aql, dan Tharathat al-Nafs.

 

c. Akhlak

Ibnu Miskawaih yang terkenal sebagai seorang yang moralis berpendapat bahwa akhlak  adalah suatu sikap atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa berpikir dan sama sekali tidak ada pertimbangan. Dengan kata lain, ahklak adalah tindakan yang tidak ada sama sekali pertentangan dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Menurut kami, ungkapan beliau mengenai hal ini sama dengan perkataan plato yang mengatakan bahwasanya cinta adalah gerak jiwa yang kosong.
Ibnu Miskawaih juga membagi tingkah laku pada dua unsur, yakni unsur watak naluriah dan unsur watak kebiasaan dengan melakukan latihan (riyadhoh). Serta dia berpandangan bahwa jiwa mempunyai tiga daya yang mana apabila ketiga daya ini beserta sifat-sifatnya selaras, maka akan menimbulkan sifat yang keempat, yakni adil.
Adapun tiga daya yang dia maksud adalah daya pikir, daya marah, dan daya keinginan. Sedangkan yang dia maksud dengan sifat utama mengenai ketiga daya ini, antara lain :
1.      Sifat hikmah merupakan sifat utama bagi jiwa yang berpikir yang mana hikmah ini lahir dari ilmu.
2.    Rasa berani merupakan sifat utama bagi jiwa marah yang mana sifat berani ini timbul dari sifat hilm (mawas diri).
3.   Sedangkan sifat utama bagi jiwa keinginan adalah sifat murah yang merupakan sifat utamanya yang lahir dati ‘iffah (memelihara kehormatan diri).

Dapat disimpulkan bahwasanya sifat utama itu antara lain; hikmah, berani, dan murah yang apabila ketiga sifat utama ini selaras, maka sifati keempat akan timbul darinya, yakni keadilan. Sedangkan lawan dari semua sifat itu adalah bodoh, rakus, penakut, dan zalim.



2.  Ibnu Rusyd



a.  Sejarah Kelahirannya

Nama asli dari Ibnu Rusyd adalah Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Rusyd, beliau dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/ 1126 M, 15 tahun setelah kematiannya imam ghazali. Di dunia barat dia lebih terkenal dengan sebutan Averros, sedang di dunia islam sendiri lebih terkenal dengan nama ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd adalah keturunan keluarga terhormat yang terkenal sebagai tokoh keilmuwan, sedang ayah dan kakeknya adalah mantan hakim di andalus. Pada tahun 565 H/ 1169 M dia diangkat menjadi seorang hakim di Seville dan Cordova. Dan pada tahun 1173 ia menjadi ketua mahkamah agung, Qadhi al-Qudhat di Cordova.
Salah satu faktor yang membuatnya menjadi seorang ilmuwan adalah karena dia tumbuh dan hidup dalam keluarga yang Ghirah-nya besar sekali dalam bidang keilmuwan. Akan tetapi yang menjadi faktor utamanya karena ketajamannya dalam berpikir serta kejeniusan otaknya. Dengan semua faktor-faktor di atas, tidaklah heran apabila dia menjadi seorang ilmuwan Muslim yang terkemuka.
Hal yang sangat mengagumkan dari ibnu Rusyd adalah semenjak dia sudah mulai berakal (masa baligh) hampir semua hidupnya ia pergunakan untuk belajar dan membaca. Tak pernah dia melewatkan waktunya selain untuk berpikir dan membaca, kecuali pada malam ayahnya meninggal dan ketika malam pernikahannya. Dengan keadaan seperti ini, membuat pemikirannya semakin tajam dan kuat dari waktu ke waktu.
Kehidupannya sebagai seorang hakim tidaklah mulus, ibnu Rusyd pernah mengalami akan tuduhan pahit, yang pada dasarnya hanya untuk keperluan mobilisasi menghadapi pemberontakkan Kristen Spanyol, dia di tuduh kafir, lalu dia di adili dan sebagai hukumannya dia di buang ke Lucena, dekat Cordova. Tidak hanya itu saja, semua jabatannya sebagai hakim mahkamah agung dicopot serta semua bukunya di bakar, kecuali buku yang bersifat ilmu pengetahuan murni (sains), seperti kedokteran, matematika dan astronomi.
Setahun lamanya ibnu Rusyd mengalami masa yang sangat getir itu, dan pada tahun 1197 M, khlifah mencabut hukumannya dan mengembalikkan semua pangkat yang pernah dia pegang sebelumnya. Ibnu Rusyd meninggal 10 desember 1198 M/ 9 Shafar 595 H di marakesh dalam usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan tahun Hijriyah.

 

b. Karyanya

Tulisan ibnu Rusyd yang dapat kita dapati pada sekarang ini antara lain; Fashl al-Maqaal fi maa bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishaal, buku ini berisikan korelasi antara agama dan filsafat. Al-Kasyf’an Manaahij al-Sdillah fi Aqaa’id al-Millat, sedang buku ini berisikan tentang kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi. Tahaafut al-Tahaafut, kitab ini berisikan tentang kritikan terhadap imam ghazali yang kitabnya berjudul Tahaafut al-Falaasifah. Sedangkan karnyanya dalam bidah fiqih yaitu buku yang berjudul Bidaayat al-Mujtahid wa Nihaayat al-Muqtashid.

 

c. Hukum Sebab-Akibat dan Hubungannya dengan Mukjizat

Berikut ini merupakan bantahan Ibnu Ruysd terhadap Imam Ghazali mengenai sebab-akibat yang memang merupakan kejadian yang keluar dari kebiasaan :

           1.      Terdapat Hubungan yang Dharuuriiy (pasti) Antara Sebab dan Akibat
Menurut ibnu rusyd, bahwasanya semua benda atau segala sesuatu yang ada di alam ini memiliki sifat dan cirri tertentu yang disebut dengan zatiyah. Dengan arti bahwasanya untuk terwujudnya sesuatu keadaan mesti ada daya atau kekuatan yang telah ada sebelumnya. Menurut ibnu Rusyd, kita bisa mengenali mawjud yang ada ini dengan adanya hukum sebab-akibat zatiyah, maka dengan itu pula kita bisa membedakan antara satu dengan lainnya.
Misalnya, api yang sifat zatiyyah-nya adalah membakar, air yang sifat zatiyyah­-nya adalah membasahi. Sifat membakar dan membasahi ini adalah sifat zatiyyah-nya dan merupakan pembedan antara api dengan air, jika tidak ada sifat tertentu, tentunya air dan api sama saja, tidak ada bendanya, akan tetapi hal ini adalah sesuatu yang mustahil.

           2.      Hubungan Sebab-Akibat dengan Adat atau Kebiasaan
Menurut ibnu rusyd, bahwasanya al-ghazali tidaklah jelas dalam mengemukakan pendapatnya mengenai sebab-akibat yang dianggap sebagai adat atau kebiasaan. Ibnu Rusyd mempertanyakan apakah yang al-ghazali maksud ini adalah adat fa’il (Allah), atau adat maujud, atau juga adat bagi kita dalam menentukan suatu sifat atau predikat terhadap maujud ini.
Kalaulah yang dimaksudnya adalah adat Allah, hal ini mustahil karena apa yang disebut dengan adat adalah suatu kemampuan atau potensi yang diusahakan oleh fa’il yang mengkibatkan berulang-ulangnya perhatin mawjud ini. Hal ini sangat bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa sunnatullah tidak akan berganti dan tidak berubah. Jika yang dimaksudnya adalah adat bagi maujud, maka hal ini hanya akan berlaku bagi yang memiliki roh atau nyawa karena bagi yang selain itu, bukanlah adat namanya, tetapi tabia’at. Dan apabila yang dia maksud adalah adat bagi kita dalam menentukan suatu sifat atau predikat terhadap mawjud, sepert si fulan baik san sebagainya, maka hal ini mawjud terlepas daripada nisbat (hubungan)-nya kepada fa’il (Allah).

         3.      Hubungan Sebab-Akibat dengan Akal
Menurut ibnu Rusyd, pengetahuan akal tidak lebih dari pada pengetahuan tentang gejala yang mawjud beserta sebab-akibat yang menyertainya. Pengingkaran terhadap sebab-akibat berarti pengingkaran terhadap akal dan ilmu pengetahuan.

           4.      Hubungan Sebab-Akibat dengan Mukjizat
Di awali dengan pendapatnya Imam Ghazali, ketika seseorang percaya akan keniscayaan, maka akan mengakibatkannya tidak percaya terhadap adanya mukjizat nabi. Mengenai hal ini, Ibnu Rusyd membedakan antara dua mukjizat; mukjizat al-Barraaniy dan mukjizat al-Jawaaniy.
·     Mukjizat al-Barraaniy, adalah mukjizat yang diberikan kepada seorang Nabi, tetapi tidak sesuai dengan risalah kenabiannya, seperti tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular, nabi Isa yang dapat menghidupkan orang mati, dan lainnya. Mukjizat seperti ini yang saat itu dipandang sebagai mukjizat atau perbuatan diluar kebiasaan dan boleh jadi satu waktu dapat diungkapkan oleh pengetahuan. Ketika ilmu pengetahuan dapat mengungkapkannya, maka ia tidak dipandang sebagai mukjizat lagi.

·     Mukjizat al-Jawaaniy, adalah mukjizat yang diberikan kepada seorang nabi yang sesuai dengan risalah kenabiannya, seperti mukjizat Nabi Muhammad SAW, yakni al-Quran. Mukjizat seperti inilah yang dipandang oleh Ibnu Rusyd sebagai mukjizat yang sebenarnya, karena Al-Quran tidak dapat diungkapkan oleh pengetahuan (sains) dimana pun dan kapan pun.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar