Jumat, 30 Oktober 2015

Thinking about The Philosophy of Life



                                                           FILOSOFI HIDUP

Filosofi hidup hampir berkaitan dengan prinsip hidup. Semua orang yang masih eksis mempunyai pegangan hidup, tujuan hidup, prinsip hidup, maupun filosofi hidup. Tentunya hal ini cukup berbeda di antara satu dengan yang lain dalam menyikapinya, karena setiap orang tidak sama, setiap orang mempunyai keunikan, setiap orang merupakan mahluk individualisme yang membedakan satu dengan lainnya.

Ada yang mempunyai tujuan hidup yang begitu kuat, namun prinsip hidupnya lemah, atau sebaliknya ada orang yang mempunyai tujuan hidup yang lemah, namun memiliki prinsip hidup yang kuat. Ini tidaklah menjadi suatu permasalahan, yang penting seberapa baiknya seseorang menyambung hidupnya dengan berbagai persoalan dunia yang ada, atau dengan kata lain bagaimana kondisi psikologis / jiwa seseorang dalam menjalani hidupnya.

Prinsip hidup masih jauh kaitannya dengan psikologi, namun psikologi berhubungan langsung dengan prinsip hidup. Karena dengan meninjau prinsip hidup seseorang dapat mengetahui kondisi jiwanya. Prinsip hidup dan filosofi hidup sangat luas cakupannya, tidak hanya ditinjau dari segi psikologi, tapi seluruh cabang ilmu pengetahuan yang ada. Prinsip hidup seseorang dapat diambil dari perspektif psikologi, agama, seni, literatural, metafisika, filsafat, dsb.

Bagi sebagian orang, filosofi hidup dapat dijadikan sebagai panutan hidup, agar seseorang dapat hidup dengan baik dan benar. Adapula sebagian orang yang tidak menghiraukan apa itu tujuan hidup dan filosofi hidup, ia hanya hidup mengikuti arus yang mengalir dan sebagian orang lagi, terlalu kuat memegang tujuan hidup dan filosofi hidupnya sehingga membuat ia menjadi keras dan keras. Jadi, ada 3 sifat manusia yang bisa ditinjau dari filosofi hidupnya, yaitu orang yang lemah, orang yang netral, dan orang yang keras.
  • Orang yang lemah adalah orang yang tidak mempunyai tujuan hidup atau prinsip hidup. Ia tidak tahu untuk apa ia hidup, ia tidak berusaha mengetahui kebenaran di balik fenomena alam ini, sehingga terkadang baik dan buruk dapat dijalaninya. 
  • Orang yang netral adalah orang yang mempunyai tujuan dan prinsip hidup, tetapi tidak mengukuhinya dengan terlalu kuat. Ia berusaha mencari kebenaran hidup dan hidup dalam kebijakan dan kebenaran, ia bebas dan netral, tidak kurang dan tidak melampaui, ia berada di tengah-tengah. 
  • Orang yang kuat adalah orang yang memegang kuat tujuan dan prinsip hidupnya. Sehingga, ia mampu melakukan apa saja demi tercapai tujuannya. Ia terikat oleh filosofinya, ia kuat dan kaku berada di atas pandangannya, ia merasa lebih unggul dari orang lain dan melebihi semua orang.

Pada dasarnya, tujuan dan prinsip hidup seseorang itu baik dan bersih. Pada saat seseorang dalam keadaan tenang, ia membuat berbagai tujuan dan prinsip dalam hidupnya, namun ketika diterapkan timbul beberapa hambatan dari luar dirinya atau adanya pengaruh dari lingkungan eksternalnya. Salah satu pengaruh terbesar dari luar dirinya adalah panca indera. Panca indera yang tidak terjaga dengan baik akan membuat seseorang terpeleset dari tujuan dan prinsip hidupnya.

Sebuah filosofi hidup bisa didapatkan dari seorang pemikir-pemikir jenius yang bijaksana, bebas, dan terpelajar. Biasanya orang tersebut dianggap sebagai seorang filsuf, pelopor kebijakan. Orang pertama yang memperkenalkan filsafat hidup ke dalam ilmu pengetahuan adalah orang Yunani yang kebetulan pada saat itu negaranya merupakan negara yang bebas dalam berkarya. Terbukti begitu banyak para filsuf terkenal kebanyakan dari bangsa Yunani, seperti Aristoteles, Plato, dan Socrates. Socrates yang paling banyak memberi pengaruh kepada dunia ilmu pengetahuan, maka dia disebut Bapak Filsafat.

Sedangkan dari ilmu psikologi, Bapak Sigmund Freud disebut sebagai Bapak Psikologi yang paling banyak memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. Kedua tokoh dunia ini sama-sama memiliki pemikiran yang luar biasa untuk menciptakan pengetahuan-pengetahuan mengenai asal usul dari segala sesuatu, meskipun cakupannya berbeda, namun psikologi dan filsafat tidak bisa dipisahkan dan sebaliknya. Banyak tokoh psikologi yang semula mempelajari filsafat kemudian melanjutkan pengetahuannya ke bidang psikologi.

Beberapa kata kutipan yang diambil dari kedua tokoh ini, yaitu :
“Makanan enak, baju indah, dan segala kemewahan, itulah yang kau sebut kebahagiaan, namun aku percaya bahwa suatu keadaan di mana orang tidak mengharapkan apa pun adalah kebahagiaan yang tertinggi.”
(Socrates)

“Mereka yang percaya, tidak berpikir. Mereka yang berfikir, tidak percaya.”
(Sigmund Freud)

Dapat dilihat bahwa terjadi suatu studi banding antara kedua ilmu tersebut. Masing- masing membicarakan asal-asul segala sesuatu menurut perspektif ilmunya. Socrates membicarakan kebahagiaan dan Sigmund Freud membicarakan pikiran, tentunya kedua hal ini mempunyai kaitan yang cukup besar. Filosofi hidup yang diberikan oleh Socrates mengenai kebahagiaan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan Ilmu psikologi yang diberikan oleh Sigmund Freud mengenai pikiran (alam sadar atau alam bawah sadar) dapat dijadikan landasan seseorang untuk mencapai kebahagiaan.

Oleh sebab itu, seseorang yang mempelajari psikologi maupun tidak, harus memiliki satu tujuan hidup atau filosofi hidup agar bisa berkembang, dan seseorang yang mempelajari filsafat maupun tidak, harus memperhatikan apakah dan bagaimanakah agar filosofinya dapat diterapkan dengan baik dan benar sehingga mempunyai psikologis / jiwa yang sehat untuk maju dan berhasil.

“Jika seseorang tahu kebenaran yang mendasar tentang segala sesuatu,
maka itulah inti pengetahuan.”

Kamis, 29 Oktober 2015

FILSAFAT SEBAGAI PANDANGAN HIDUP




A.      Pengertian dan Hakekat
Setiap orang yang hidup dan normal pasti mempunyai pandangan hidupnya sendiri atau filsafat hidupnya sendiri, baik yang berpendidikan tinggi maupun yang berpendidikan rendah.
       1.  Pengertian
Filsafat itu berasal dari bahasa yunani terdiri dari dua kata, yaitu kata “philia” artinya cinta dan “sophia” artinya kebijaksanaan. Jadi, filsafat adalah mencintai kebijaksanaan.
a           2.  Hakekat Filsafat Hidup
Hakekat filsafat hidup adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang bersifat mendasar, mendalam, dan sesuai kodrat manusia. Karena itu pandangan hidup seseorang atau filsafat hidup seseorang merupakan jati diri atau identitas diri orang.

Filsafat diartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada hakikat kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan). Hal ini berarti filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga). Manusia secara total (menyeluruh) dan sentral memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam-macam filsafat, yaitu :
1.    Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi.
2.    Manusia dengan unsur rasanya dapat melahirkan filsafat keindahan (estetika).
3. Manusia dengan monodualismenya (kesatuan jiwa dan raganya) melahirkan filsafat antropologi.
4.    Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat melahirkan filsafat ketuhanan.
5.    Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat sosial.
6.    Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat melahirkan filsafat berpikir (logika).
7.    Manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan filsafat tingkah laku (etika).
8.    Manusia dengan unsur jiwanya dapat melahirkan filsafat psikologi.
9.    Manusia dengan segala aspek kehidupannya dapat melahirkan filsafat nilai (aksiologi).
      10. Manusia sebagai warga Negara dapat melahirkan filsafat Negara. 
      11.  Manusia dengan unsur kepercayaannya terhadap spiritual dapat melahirkan filsafat agama.

Filsafat sebagai pandangan hidup (Weltsanchaung) merupakan suatu pandangan hidup yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam kehidupan. Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara hidup. Sikap dan cara hidup tersebut dapat muncul apabila manusia memikirkan dirinya sendiri secara total.
                                                                  
B.   Manfaat Mengetahui Pandangan Hidup (Filsafat Hidup)
Berdasarkan hakekat dari pandangan hidup atau filsafat hidup maka ada beberapa manfaat mengetahui pandangan hidup, yaitu:
1)    Pandangan hidup atau filsafat hidup menolong mendidik,membangun diri sendiri dengan berpikir lebih mendalam dan memberi isi kepada hidup kita sendiri.
2)    Pandangan hidup atau filsafat hidup memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pandangan hidup memberikan pandangan yang luas membendung egoisme dan egosentrisme.
4)  Pandangan hidup memberikan dasar-dasar baik untuk hidup diri sendiri maupun untuk kepentingan ilmu-ilmu pengetahuan.

Dengan memperhatikan manfaat dari pandangan hidup tersebut, maka orang yang memiliki pandangan hidup yang luas dan tinggi, terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mampu mengapresiasi keindahan, baik keindahan alam lingkungan, keindahan seni budaya, maupun keindahan harmoni yang aman, tentram, dan damai.
b.   Tanggap dan menaruh empati maupun simpati terhadap penderitaan orang lain, karena itu ia tidak akan melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan pihak lain.
c. Menjunjung tinggi rasa keadilan, bahkan berani mempertaruhkan hidupnya demi memperjuangkan keadilan.

Sabtu, 24 Oktober 2015

PARADIGMA POST-POSITIVISME



A.   PENGERTIAN POST-POSITIVISME

Munculnya gugatan terhadap positivisme di mulai tahun 1970-1980an. Pemikirannya dinamai “post-positivisme”.  Tokohnya adalah Karl  R.  Popper,  Thomas  Kuhn,  para  filsuf  mazhab  Frankfurt (Feyerabend,  Richard  Rotry).  Paham  ini  menentang  positivisme,  alasannya  tidak  mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa diprediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah.
Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata, ada sesuai hukum alam.  Tetapi  pada  sisi  lain,  Postpositivisme  berpendapat  bahwa manusia  tidak  mungkin  mendapatkan kebenaran  dari  realitas  apabila  peneliti  membuat  jarak  dengan  realitas  atau  tidak  terlibat  secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip  trianggulasi, yaitu  penggunaan  bermacam-macam  metode,  sumber  data, data, dan lain-lain.
Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
Secara ontologis aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi satu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation, yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti, dan teori.


B.   ASUMSI DASAR POST-POSITIVISME

  1. Fakta tidak bebas nilai, melainkan bermuatan teori. 
  2. Falibilitas  Teori,  tidak  satupun  teori  yang  dapat  sepenuhnya  dijelaskan  dengan  bukti-bukti empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan fakta anomali.
  3. Fakta tidak bebas, melainkan penuh dengan nilai. 
  4. Interaksi  antara  subjek  dan  objek  penelitian.  Hasil  penelitian  bukanlah  reportase  objektif, melainkan  hasil  interaksi  manusia  dan  semesta  yang  penuh  dengan  persoalan  dan  senantiasa berubah. 
  5.  Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual. 
  6.  Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal, melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan. 
  7.  Fokus kajian post-positivisme adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari sebuah keputusan.


Ada empat pertanyaan dasar yang akan memberikan gambaran tentang posisi aliran post-positivisme dalam kancah paradigma ilmu pengetahuan, yaitu:
Pertama, Bagaimana sebenarnya posisi postpositivisme di antara paradigma-paradigma ilmu yang lain? Apakah ini merupakan bentuk lain dari positivisme yang posisinya lebih lemah? Atau karena aliran ini datang setelah positivisme sehingga dinamakan postpositivisme? Harus diakui bahwa aliran ini bukan suatu filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa postpositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
Kedua, Bukankah postpositivisme bergantung pada paradigma realisme yang sudah sangat tua dan usang? Dugaan ini tidak seluruhnya benar. Pandangan awal aliran positivisme (old-positivism) adalah anti realis, yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan postpositivisme.
Ketiga, banyak postpositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realisme. Bukankah ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan (multiple realities) dan setiap masyarakat membentuk realitas mereka sendiri? Pandangan ini tidak benar karena relativisme tidak sesuai dengan pengalaman sehari-hari dalam dunia ilmu. Yang pasti postpositivisme mengakui bahwa paradigma hanyalah berfungsi sebagai lensa bukan sebagai kacamata. Selanjutnya, relativisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar, sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Postpositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
Keempat, karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Bukankah postpositivisme menolak kriteria objektivitas? Pandangan ini sama sekali tidak bisa diterima. Objektivitas merupakan indikator kebenaran yang melandasi semua penyelidikan. Jika kita menolak prinsip ini, maka tidak ada yang namanya penyelidikan. Yang ingin ditekankan di sini bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.


C. PERBEDAAN PARADIGMA POSITIVISME DAN POSTPOSITIVISME
Untuk  dapat  membedakan  paradigma  Positivisme  dan  paradigma Post-positivisme,  maka dapat dilihat dalam tabel berikut:

NO
ASUMSI
POSITIVISME
POST-POSITIVISME
1
Ontology
Bersifat  nyata,  artinya realita  itu mempunyai keberadaan sendiri dan diatur oleh hukum-hukum alam dan mekanisme yang bersifat tetap.
Realis  kritis, artinya realitas  itu memang  ada, tetapi  tidak  akan pernah dapat dipahami sepenuhnya.
2
Epistemologi
·      Dualis/objektif, adalah mungkin dan esensial  bagi  peneliti  untuk mengambil jarak dan bersikap tidak melakukan  interaksi dengan  objek yang diteliti.

·      Nilai, faktor bias dan faktor yang mempengaruhi  lainnya  secara otomatis tidak mempengaruhi hasil studi.
·      Objektivis  modifikasi, artinya objektivitas  tetap  merupakan pengaturan  (regulator)  yang  ideal, namun  objektivitas  hanya  dapat diperkirakan  dengan  penekanan khusus  pada  penjaga  eksternal, seperti tradisi dan komunitas yang kritis.
3
Metodologi
Bersifat eksperimental / manipulatif: pertanyaan-pertanyaan  dan/atau hipotesis-hipotesis dinyatakan dalam bentuk proposisi sebelum penelitian dilakukan  dan  diuji  secara empiris (falsifikasi)  dengan  kondisi  yang terkontrol secara cermat.
Bersifat eksperimental / manipulatif  yang dimodifikasi,  maksudnya menekankan  sifat  ganda  yang kritis. Memperbaiki
ketidakseimbangan  dengan
melakukan  penelitian  dalam  latar yang  alamiah,  yang  lebih  banyak menggunakan  metode-metode kualitatif,  lebih  tergantung  pada teori grounded  (grounded theory) dan memperlihatkan  upaya (reintroducing) penemuan  dalam proses penelitian.